JAKARTA - Di masa pandemi Covid-19, PT KAI menaikkan harga tiket kereta api (KA) jarak jauh komersial mencapai 40%. Kenaikkan tarif ini dikeluhkan masyarakat. Calon penumpangmenjerit apalagi untuk tiket kereta api kelas bisnis.
Belum lagi calon penumpang juga harus melampirkan persyaratan seperti surat kesehatan atau hasil rapid test yang harga untuk membuatnya tidak murah.
Terhadap kenaikan harga tiket tersebut, pengamat transportasi Djoko Setijowarno di yang dihubungi di Jakarta, Jumat malam (19/6) mengatakan, kenaikan harga tiket kereta api tersebut tidak terlepas, karena dibatasinya jumlah kursi di kereta api tersebut untuk memenuhi protokol kesehatan.
Djoko mengakui memang memberatkan masyarakat dengan adanya kenaikkan harga tiket kereta api tersebut. Sebab itu, Djoko berharap agar masyarakat tidak lagi naik kereta api di kelas bisnis tapi pilih untuk kelas ekonomi saja.
Ia menambahkan untuk kelas ekonomi selama ini mendapat subsidi dari pemerintah. "Kelas ekonomi juga tidak kalah nyamannya dengan kelas bisnis," kata Djoko.
Selain itu, lanjut Djoko, di tengah Covid-19 untuk rute jarak jauh pihak Kereta Api Indonesia (KAI) juga harus melakukan cek kesehatan bagi para penumpang, dan ini berdampak cost (biaya) operasional kereta api bertambah..
Djoko menjelaskan selama ini setiap tahunnya pemerintah menggelontorkan subsidi sebesar Rp2, 55 triliun untuk kereta api, termasuk KRL itu mendapatkan subsidi dari masyarakat.
Sebelumnya VP Public Relations PT KAI Joni Martinus mengakui adanya kenaikan harga tiket kereta api jarak jauh komersial yang mencapai 40%.
Namun kenaikan harga tiket kereta api jarak jauh tersebut ada alasannya. Ia menambahkan kenaikan harga tiket kereta api jarak jauh berlaku untuk semua rute tujuan.
Adapun alasan mengapa PT KAI menaikkan harga tiket kereta api jarak jauh dikarenakan pemerintah hanya mengizinkan mengangkut penumpang maksimal 70% dari total kursi yang tersedia. (johara/win )