JAKARTA - PT Kereta Api Indonesia (KAI) yang resmi menaikkan harga tiket kereta jarak jauh, pada Jumat (12/6) lalu, membuat para penumpang mengeluh dan pusing tujuh keliling. Kenaikan sebesar 30 hingga 40 persen tersebut terasa semakin berat ditengah wabah Covid-19.
Apalagi penumpang juga harus membayar persyaratan membuat surat kesehatan atau hasil rapid test. Mereka berharap PT KAI untuk lebih bijak menaikkan tarif kereta jarak jauh.
Pasalnya, penumpang yang bolak-balik pulang menggunakan kereta tersebut tak sanggup merogoh kantongnya dari yang harga tiket Rp 260 ribu menjadi 364 ribu.
Di sosial media (sosmed) Twitter para warga net yang merupakan pengguna kereta mencurahkan keluhannya kepada PT KAI. Akun Twitter @zwirasakti contohnya. Dia mengeluhkan naiknya tarif tiket kereta hingga 40 persen.
"Maskapai boleh menaikkan harga tiket sampai ambang batas atas, tiket kereta api juga naik 40%. Nikmat bener rasanya meras rakyat sendiri," cuitnya.
Begitu juga dengan pemilik akun Twitter @ubicantik. Ia mengungkapkan keluh kesahnya mengenai kenaikan tarif kereta yang melebihi harga normal.
"Gimana ya, 2X test rapid untuk naik KAI dan harga tiket KAI juga lebih tinggi dari harga normal. padahal orang" yang kerja ga semua nya dapat gaji full, ada yang dia wfh malah gaji ga sampai full," tulisnya.
Komentar lainnya di akun Twitter @FauzanKurnia_B. Mau naik kereta jarak jauh, antara tiket mau nyiapin berkas lebih mahal nyiapin berkasnya. Covitd Kopet!, tulisnya.
Menanggapi keluhan tersebut, VP Public Relations KAI Joni Martinus menuturkan, kenaikan harga tiket KA jarak jauh akan berlaku untuk semua rute.
"Kenaikan harga tiket akan bersifat dinamis. Perusahaan akan menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah terkait kapasitas penumpang 70 persen," kata Joni, Jumat (19/6/2020).
Sedangkan kereta api jarak dekat tidak mengalami perubahan atau tidak ada kenaikan tarif tiket.
Dikatakan, pihaknya akan terus mengevaluasi dampak kenaikan harga tiket terhadap penjualan secara berkala. Jika aturan pemerintah berubah, maka KAI akan kembali menyesuaikan kebijakan tersebut.
Joni juga menjelaskan, hingga saat ini penurunan jumlah penumpang kereta jarak jauh dibawah 50 persen bukan akibat kenaikan tarif kereta. Dari hasil evaluasi, faktor penyebabnya lantaran banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi para penumpang.
"Jadi penurunan jumlah penumpang kereta itu bukan soal harga tiket, tapi lebih banyak kepada persyaratan. Penumpang harus dilengkapi surat kesehatan seperti rapid test. Ini sudah kita lakukan evaluasi," tukasnya. (ilham/fs)