ADVERTISEMENT

Konversi Minyak Tanah ke Gas 3 Kg yang Dilakukan Pemerintah Menyebabkan Pengrajin Kompor Minyak di Cawang Langsung Mati

Kamis, 18 Juni 2020 17:37 WIB

Share
Konversi Minyak Tanah ke Gas 3 Kg yang Dilakukan Pemerintah Menyebabkan Pengrajin Kompor Minyak di Cawang Langsung Mati

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA-Perkembangan zaman, dimana pemerintah mengkonferensi minyak tanah ke gas elpiji 3 kilogram, membuat pengrajin kompor di kawasan Cawang Kompor, Kramat Jati, Jakarta Timur, "mati". Pasalnya tak ada lagi yang membeli kompor minyak yang pernah menjadikan kawasan Cawang terkenal kala itu.

Hingar bingar ratusan warga dari beberapa wilayah di DKI, yang dulu terus memenuhi kawasan itu, kini hanya tinggal kenangan. Pasalnya, lokasi yang pernah jaya di tahun 1990an hingga awal milenium, kini mulai sepi. Pengrajin pun beralih dengan tidak lagi memproduksi kompor karena barang tersebut sudah tak laku.

Mus Ari, 39, pengrajin kompor menceritakan, keluarganya mulai menjadi pengrajin karena di penghujung tahun 70-an, para pekerja di Stasiun Manggarai mencoba mencari tambahan penghasilan. Dimana mereka mengubah sebuah drum oli menjadi kompor minyak. "Dengan bahan yang ada, pada bikin kompor. Karena dulu kan kompor sangat dibutuhkan warga," katanya, Kamis (18/6).

Menurut Ari, berbekal drum bekas, mereka mencoba membuat kompor yang dinilainya bisa menjadi uang tambahan. Dimana untuk satu satu drum oli berukuran besar, bisa dijadikan delapan hingga 10 kompor minyak. "Dari hasil kerajinan itulah, akhirnya kami menjual kompornya di kawasan Cawang Kompor yang hingga kini masih terkenal," ungkap Ari.

Di tahun 90-an kata Ari, Cawang Kompor terus menjadi primadona. Pasalnya, hampir semua warga yang ingin membeli kompor, pasti datang ke kawasan tersebut. "Dulu semua pedagang rapi, apalagi kompor minyak yang terbuat dari bahan alumunium itu berjejer rapi di sisi kanan dan kiri jalan Dewi Sartika ini," terangnya.

Namun, sambung  Ari, petaka datang di tahun 2008 saat pemerintah memutuskan melakukan konversi dari kompor minyak ke kompor ramah lingkungan atau gas. Hal itu membuat pedagang dan pengrajin mulai kebingungan karena bisnis mereka dinilai mati. "Saat itu terasa sekali efeknya, penghasilan merosot tajam, masyarakat sudah enggak ada yang nyari kompor minyak lagi," kenangnya.

Akibat penghasilan yang merosot tajam, banyak pedagang di Cawang Kompor gulung tikar, mereka beralih profesi, ada yang kembali pulang ke daerah asalnya menjadi petani, bahkan ada beberapa yang menjadi kuli panggul di pasar. "Dari dulu yang ada mencapai puluhan, tinggal belasan saja. Karena sebagian besar pulang kampung, kembali jadi petani," kata Ari.

Saat ini, dengan mengandalkan keterampilan yang dimiliki, sambung Ari, mereka pun mencoba bereksperimen. Dimana saat ini, mereka memproduksi panci, oven, dan kubah masjid agar masih bisa menghasilkan. "Meski sekarang sudah tak ada lagi yang jualan kompor, namun saat ini kawasan ini masih disebut Cawang Kompor," pungkasnya. (Ifand/fs)

 

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT