Esok Lebih Baik Lagi

Kamis 18 Jun 2020, 12:18 WIB

Oleh Harmoko

ADA pepatah mengatakan "Jangan awali hari ini dengan penyesalan hari kemarin." Mengapa? Karena dengan masih menyesali peristiwa kemarin akan menghambat aktivitas hari ini. Dapat pula mengganggu hebatnya hari ini dan merusak indahnya hari esok.

Pesan moral yang bisa kita maknai adalah kita tidak perlu mengingat-ingat kejadian pahit dan suram masa lalu yang akan menjadi ganjalan untuk meraih prestasi hari ini. 

Ini bukan berarti kita tak boleh berkaca kepada masa lalu. Sama sekali tidak. 

Masa lalu boleh menjadi cermin untuk kehidupan masa kini dan masa mendatang. Itulah sebabnya para pendiri negeri sering mengingatkan untuk tidak melupakan masa lalu karena masa lalu adalah sejarah.  Dengan belajar dari masa lalu berarti kita belajar dari pengalaman yang sudah terjadi sebagai pijakan untuk masa depan. 

Kita mesti sadar, masa lalu tak mungkin diraih kembali. Belajar sejarah bukan berarti kembali ke masa lalu. 

Kita hidup untuk saat ini, kita bermimpi untuk masa depan. Memang masa depan belum kita miliki, tetapi harus direncanakannya dengan tetap belajar dari pengalaman masa lalu. Itulah makna mengapa kita perlu sesekali menengok masa lalu. 

Kita pun belum tahu bagaimana prestasi hari ini, tetapi harus tetap diyakini hari ini akan lebih baik dari kemarin. Esok lebih baik dari hari ini. Begitu seterusnya.

Keyakinan bahwa hari ini lebih baik, harus tetap terpatri dalam diri. Itu pula yang hendaknya dilakukan oleh kita dalam kehidupan sehari - hari. Lebih luas lagi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Lantas apa yang harus menjadi lebih baik? Hendaknya semua.

Ucapan, sikap, dan perilaku perbuatan kita menjadi lebih baik. 

Dalam situasi saat ini, di mana komunikasi semakin canggih, dunia seolah dalam genggaman tangan, dituntut pengendalian diri dalam bersosial media.

Lebih santun dalam bertutur kata, memberikan kritik kepada teman, orang lain, lingkungan masyarakat, hingga kepada pejabat. 

Memang di era digital seperti sekarang orang lebih mudah  mengunggah informasi apa saja, di mana saja dan kapan saja. Bisa berisi sanjungan hingga kecaman. 

Orang bebas berkomentar, tetapi tidak berarti tanpa batas.

Begitu pun dalam bersikap, dan berbuat. Ada etika dan norma yang mestinya dipatuhi.

Maknanya menjadi lebih baik, jika lebih beretika dan kian menaati norma, baik norma sosial maupun norma hukum yang ditetapkan negara.

Ini sesuai dengan kepribadian bangsa kita sebagaimana tercermin dalam nilai - nilai luhur adat budaya, etika dan norma. Nilai- nilai yang tak hanya diakui keberadaannya, tetapi patut dipatuhi. 

Ingat! Setiap orang, di mana pun berada terikat dengan etika dan norma. Setiap warga negara dijamin haknya namun dituntut kewajibannya oleh negara. Menaati etika dan norma menjadi bagian dari kewajiban yang melekat pada setiap orang.

Menjadi baik dan tidak baik, memang butuh proses. Akan langgeng dan konstan, jika terbentuk atas kesadaran diri, bukan paksaan atau tekanan, meski pemerintah memiliki kewenangan untuk melakukan pemaksaan demi kepentingan yang lebih luas lagi.

Mari kita berubah menjadi lebih baik lagi secara lisan, tingkah laku maupun perbuatan. 

Kita mulai hari ini. Tak perlu nunggu hari esok, tak perlu pula menunggu orang lain lebih dulu menjadi baik. Tak harus menunggu dipaksa oleh orang lain menjadi baik.

Bukankah berubah menjadi lebih baik atas kehendak diri sendiri. Karena akan terasa nyaman, ketimbang dipaksa orang lain.

Mari kita mulai, setidaknya untuk diri sendiri. (*)

News Update