Oleh Harmoko
TAK seorang pun lepas dari masalah. Tetapi hendaknya kita meyakini setiap masalah akan dapat diselesaikan, lambat atau cepat, sebagian atau seluruhnya, sepanjang ada kemauan untuk menyelesaikannya.
Dan, yang lebih penting lagi, bijak dalam menyikapi setiap masalah, apa pun masalah yang dihadapi. Besar atau kecilnya masalah akan lebih tergantung dari bagaimana kita menyikapi.
Ada pepatah yang patut kita renungkan. Boleh jadi inspirasi dalam menyikapi masalah.
Seperti sering disebutkan " Hidup itu sederhana yang rumit adalah pikiran kita. Hidup itu mudah, yang sulit itu maunya kita."
Itulah sebabnya masalah bukan untuk dihindari, tapi dihadapi dan diselesaikan sekecil atau sebesar apa pun masalah yang menghadang.
Agama apa pun mengajarkan sesulit apa pun masalah yang kita hadapi saat ini, ia bukan sesuatu yang harus dihindari, tapi diselesaikan.
Tak berlebihan jika dikatakan bahwa masalah sesungguhnya adalah anugerah. Dalam arti kita bisa mendapatkan hikmah dan memberikan inspirasi untuk bertindak seperti sering dikatakan " Di balik masalah, terdapat berkah."
Sering pula dikatakan di balik musibah terdapat hikmah.
Begitu pun di saat seperti sekarang, di tengah pandemi Covid -19.
Meski begitu tak semua bisa memahami, boleh jadi tidak merasakan hikmah di balik musibah atau bencana. Ini akan lebih tergantung dari masing - masing pribadi dalam menyikapi.
Mengapa? Terjadinya musibah demikian tersamar, tersembunyi sehingga memerlukan renungan yang mendalam dan padangan yang seksama. Tentu, setiap orang akan beda menyikapi atas dasar pemahaman diri terhadap musibah yang terjadi. Tak heran jika hikmah yang dirasakan pun berbeda setiap orang.
Kadang, kita hanya melihat sisi negatif dari sebuah masalah atau musibah.
Secara kasat mata, beragam musibah tentu akan mendatangkan masalah. Apakah bencana alam, krisis ekonomi atau pun penyebaran penyakit, seperti pandemi sekarang ini.
Tapi tidak menutup mata adanya hikmah yang tersirat atau hikmah tersembunyi disebut " blessing indisguise".
Kesadaran semacam ini, berpikir positif dibalik kondisi negatif, bukan berarti untuk menutupi kesalahan atau kealpaan. Tetapi dikandung maksud mengambil pelajaran berguna atas musibah yang menimpa kita, atas kejadian yang pastinya tidak menguntungkan bagi kita semua.
Dalam hal ini, kasus pandemi. Dari aspek ekonomi saja, tak hanya menyedot anggaran negara sangat besar, terkurasnya cadangan devisa, juga terhentinya produksi dan investasi. Belum lagi dampak sosial ekonomi bagi kehidupan masyarakat. Lebih - lebih mereka pekerja di sektor non formal.
Pendek kata, kita dihadapkan pada kenyataan pahit yang harus dihadapi, dicarikan solusi. Bukan untuk dihindari, apalagi saling menyalahkan keadaan.
Di sisi lain, patut merenung diri. Ada manfaat yang didapat kemudian di balik kasus pandemi.
Dalam penggunaan anggaran misalnya, harus lebih transparan, terarah, dan terkendali. Seleksi alokasi dana pembangunan harus lebih ketat.
Bagi warga masyarakat pun, upaya mengencangkan ikat pinggang dengan sendirinya telah dilakukan.
Daya tahan hidup dan kehidupan kian meningkat. Aksi peduli dan toleransi sosial dalam hubungan antarmanusia kian terasa. Ikatan sosial makin mantap yang ditandai munculnya kebersamaan di masing - masing lingkungan. Belum lagi meningkatnya disiplin masyarakat, kepatuhan sosial, taat norma dan aturan.
Ini sedikit dari sekian banyak hikmah dibalik musibah.
Hikmah dapat kita rasakan jika kita bijak menyikapi. Mari kita ubah masalah menjadi hikmah, bukan memperdebatkan masalah yang dapat memunculkan masalah baru.
Hikmah tersembunyi memang tidak datang serta merta, kadang baru disadari dan dirasakan jauh hari kemudian.
Para filsuf mengajarkan sebuah musibah akan menjadi kenikmatan jika kita bijak menyikapinya dengan syukur, sabar dan tawakal. Mampu mengambil hikmah dari setiap kejadian.
Pesan moral " Mereka yang selalu berlimpah bahagia adalah mereka yang mampu mengubah masalah menjadi hikmah."
Mari kita mulai dari diri sendiri. (*)