Penguatan Rupiah Tidak Ada Relevansi Dengan Kebijakan New Norma

Jumat 05 Jun 2020, 12:35 WIB
Pengamat​ ekonomi dari Institute for  Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati . (ist)

Pengamat​ ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati . (ist)

JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS hari ini menguat berada pada level Rp14.075 per dolar AS,  atau  menguat 20 poin (0,14 persen) dibandingkan pada penutupan sebelumnya. 

Penguatan rupiah itu bersamaan dengan dimulainya penerapan New Normal, atau tatanan baru yang dimulai hari ini,  tanggal 5 Juni 2020. Mungkin itu ada relevansinya?.

Pengamat ekonomi dari Institute for  Development of Economic and Finance (INDEF) Enny Sri Hartati mengakui telah tidak ada relevansinya. Ia menegaskan penguatan rupiah terhadap dolar AS sekarang ini lebih dipengaruhi faktor eksternal, dan bukan karena faktor internal dengan adanya kebijakan New Normal. 

"Saya melihat penguatan rupiah terhadap dolar AS lebih dari faktor eksternal yakni, situasi di AS dengan adanya aksi unjuk rasa besar-besaran di negara tersebut," terang Enny yang dihubungi di Jakarta, Jumat (5/6/2020).

Selain itu, lanjut dia, situasi di AS itu juga meluas ke sejumlah negara lainnya  di luar AS, seperti di Jerman sehingga keadaan itu mempengaruhi nilai tukar  dolar AS terhadap nilai tukar dari negara lain. 

"Situasi di AS itu menekan mata uang dolar AS, dan berdampak kepada pelemahan mata uang mereka,  dan sebaliknya berdampak penguatan pada sejumlah mata uang dari negara lain termasuk rupiah," ujar Enny. 

Sebab itu  ia menilai penguatan mata uang rupiah terhadap dolar AS meskipun tipis, bukan karena fundamental ekonomi Indonesia, tapi lebih kepada faktor eksternal. 

Enny menjelaskan fundamental ekonomi Indonesia pada saat ini belum begitu baik, di antaranya neraca perdagangan Indonesia belum menunjukkan perbaikan. (johara/tri)

News Update