Oleh Harmoko
ISTILAH gotong-royong kembali riuh dibicarakan. Gotong royong sejatinya sudah ada sejak dulu kala, sudah dipraktikkan oleh para leluhur kita dalam membangun lingkungan sosial ekonominya.
Melalui gotong royong terbangun lingkungan yang harmonis dan penuh kekeluargaan. Terbangun lingkungan sosial yang taat norma, taat asas, dan menjunjung tinggi adat dan budaya.
Sejarah mencatat Indonesia merdeka karena rakyatnya bahu membahu dan bersatu padu. Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI) berdiri kokoh karena semangat gotong royong yang tertanam dan menyatu dalam jiwa bangsa kita.
Gotong royong menjadi identitas nasional tak terbantahkan sebagaimana tercermin dalam butir - butir pengamalan falsafah bangsa kita. Gotong royong menjadi jati diri bangsa Indonesia, tak perlu kajian mendalam, apalagi diperdebatkan.
Karena filosofi gotong royong sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Indonesia sejak dulu. Bahkan Bung Karno menjadikannya sebagai sari pati dasar negara kita Pancasila.
Yang perlu adalah bagaimana mengaplikasinya dalam kehidupan sehari- hari.
Di tengah pandemi Covid - 19, lebih - lebih menghadapi kondisi "New Normal", makin dituntut keterlibatan semua pihak untuk terus berbagi, saling bahu membahu, saling tolong menolong.
Semakin dituntut kepedulian sosial agar benar - benar menuju situasi normal. Kondisi normal bukan sebatas legal formal, tetapi berjalan secara normal. Dalam arti aktivitas masyarakat untuk berbagi dan tolong menolong dilakukan dengan penuh kesadaran, bukan keterpaksaan.
Dengan kesadaran yang tinggi, mereka yang mampu membantu yang belum mampu. Yang berlebih berbagi kepada yang kekurangan.
Itulah gotong royong yang hendaknya kita bangun dan kembangkan.
Para ahli menafsirkan bahwa gotong royong sebagai bentuk partisipasi aktif setiap individu untuk ikut terlibat dalam memberi nilai tambah dari setiap obyek, permasalahan, atau kebutuhan orang-orang di sekelilingnya.
Bagi yang memiliki kemampuan keuangan, partisipasi aktif bisa berwujud bantuan materi. Yang tidak berlebih harta, bisa dengan tenaganya, ketrampilan, sumbangan pemikiran atau nasihat yang konstruktif. Bahkan, bisa hanya dengan doa.
Itulah sebabnya gotong royong adalah semangat yang diwujudkan dalam bentuk perilaku atau tindakan individu yang dilakukan tanpa mengharap balasan atau imbalan.
Lazimnya melakukan sesuatu secara bersama-sama demi kepentingan bersama atau individu tertentu. Gotong royong menjadikan kehidupan manusia Indonesia lebih berdaya dan sejahtera.
Ini sejalan dengan kehidupan menuju "New Normal" yang segera digulirkan.
Kita perlu meyakini dengan gotong royong, berbagai permasalahan kehidupan bersama bisa terpecahkan secara mudah dan murah, demikian halnya dengan kegiatan pembangunan masyarakat. Menata kehidupan baru setelah lepas dari pandemi Covid -19.
Mengapa? Karena gotong royong mengajarkan kepada kita tentang nilai- nilai kebersamaan, membangun karakter rela berkorban dan tolong menolong.
Meningkatkan ikatan sosial dalam rangka memperkokoh persatuan dan kesatuan.
Banyak manfaat yang kita dapat, di antaranya mengurangi beban, terjalin hubungan yang lebih harmonis, penuh kekeluargaan, menumbuhkan sikap sukarela. Dan, tak kalah pentingnya menjauhkan sikap mau menang sendiri, arogansi dan ego pribadi. Yang tumbuh kemudian adalah kebersamaan.
Membangun kebersamaan inilah yang sekarang dibutuhkan negeri di tengah upaya pemerintah mengatasi pandemi.
Tentu, kebersamaan yang tanpa paksaan, tanpa tekanan dan kebersamaan yang terbangun tanpa berharap jasa dan imbalan.
Mungkinkah? Sangat mungkin. Mengingat nilai- nilai kebersamaan sebagai cermin kegotong- royongan sejatinya telah menyatu dalam kepribadian bangsa kita. Telah diterapkan sejak dulu kala oleh para leluhur kita. Telah menjadi adat dan budaya bangsa.
Menjadi kewajiban kita bersama menularkan, membina dan menumbuhkembangkan nilai gotong royong dalam kehidupan sehari -hari. Tentu disesuaikan dengan zamannya, situasi dan kondisinya.
Keteladan adalah kunci utama menularkan jati diri bangsa kepada generasi era kini. Karena generasi milenial dan digital, sangat menghargai keteladanan, ketimbang imbauan, ajakan, apalagi pemaksaan.(*).