JAKARTA - Siaga kolaboratif dan langkah preventif merupakan upaya yang harus dilakukan para pemangku kepentingan dalam menghadapi musim kering tahun ini. Langkah antisipatif ini dilakukan oleh Kementerian Lingkungan Hidup & Kehutanan (KLHK) dalam upaya pencegahan Karhutla (kebakaran hutan).
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya, baru-baru ini menyampaikan penghargaan dan terima kasih setinggi-tingginya kepada Tim rekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) sebagai upaya untuk membasahi gambut di Provinsi Riau, yang tetap berdedikasi bekerja tanpa henti meski di Hari Raya Idul Fitri.
Rekayasa hujan ini dilakukan KLHK bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), BMKG, TNI AU, dan mitra kerja.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI), Indroyono Soesilo, menyampaikan apresiasi atas upaya bersama untuk mencegah dan menanggulangi karhutla.
Khususnya, di lahan gambut melalui TMC yang dilakukan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan instansi lainnya serta mitra kerja, temasuk anggota APHI, yang berkontribusi positif menekan laju karhutla dan mengurangi titik api (hotspot) sampai dengan bulan Mei 2020 ini.
"Terima kasih kepada KLHK dan BPPT serta instansi terkait lainnya, atas langkah dan upaya untuk mengurangi hot spot melalui rekayasa hujan dengan aplikasi TMC. APHI dan anggotanya mendukung penuh upaya tersebut, khususnya untuk mempertahankan kebasahan lahan gambut," kata Indroyono dalam keterangannya, Sabtu (30/5/2020).
Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca BPPT, Tri Handoko Seto menjelaskan, aplikasi teknologi modifikasi cuaca paling tepat dilakukan pada saat periode peralihan musim hujan ke musim kemarau karena pada periode tersebut bibit awan masih banyak. Dalam konteks ini, keberhasilan hujan buatan ini tentunya juga tidak terlepas dari ketergantungan terhadap ketersediaan awan yang diberikan oleh alam.
"Artinya jika awannya banyak, kita juga akan dapat menginkubasi lebih banyak dan otomatis akan menghasilkan hujan yang lebih banyak juga, begitupun sebaliknya. Disinilah pentingnya rekomendasi BMKG" ujar Seto.
Sebagai bagian dari kerja sama dengan KLHK untuk mendukung upaya pembuatan hujan buatan di pulau Sumatera, BPPT telah menyiapkan 28 ton garam NaCl sebagai bahan semai selama 19 hari mulai 13-31 Mei 2020 di provinsi Riau dan mulai tanggal 2 Juni akan dilanjutkan selama 15 hari di Sumsel.
Menurut Seto, operasi penerapan TMC untuk Provinsi Riau ini merupakan kelanjutan dari operasi yang dilaksanakan 11 Maret sampai 2 April 2020.
"Sampai dengan tanggal 25 Mei, total penerbangan untuk misi TMC mencapai 22 jam, dengan penggunaan bahan semai sebanyak 8,8 ton. Aplikasi TMC ini menghasilkan 33,8 juta m3 air hujan , dan hasilnya dalam beberapa hari terakhir tidak terpantau ada hotspot di wilayah Riau," kata Seto. (rizal/tri)