SESUAI Perppu No 2 tahun 2020, KPU akan menggelar Pilkada Serentak 9 Desember 2020. Dikhawatirkan partisipasi publik ke TPS akan menurun, karena Covid-19 masih mengintai. Jangan samakan dengan semangat rakyat saat mau mudik Lebaran.
Apa persamaan Lebaran dengan Pilkada? Jawabnya: sama-sama bagi duit! Cuma, kalau Lebaran orang bagi duit untuk fakir miskin (zakat fitrah) dan anak-anak, sedangkan Pilkada banyak timses bagi-bagi duit dengan maksud jagoannya dicoblos . Resminya sih money politic dilarang, tapi di lapangan pelanggaran semacam itu sering terjadi.
Kenapa rakyat pakai “filosofi” NPWP (Nomer Pira Wani Pira), karena kebanyakan Kepala Daerah yang terpilih jadi lupa akan janjinya. Maka sebelum lupa nanti, mendingan kasih duit dulu. Silakan nantinya mainkan APBD, yang penting gue udah terima duluan!
Setelah era reformasi, banyak banget Pilkada, meski sudah digabung-gabung, masih banyak juga. Rakyat jadi jenuh. Apa lagi pemerintah berencana menggelar Pilkada Serentak 9 Desember 2020, di antara bertebarannya Covid-19. Kira-kira apakah rakyat mau “berjibaku” ke TPS, jika di bulan itu ternyata Corona belum enyah dari Indonesia.
Sesuai Perppu No. 2 tahun 2020, Presiden Jokowi memundurkan jadwal Pilkada Serentak dari bulan September ke Desember 2020. Mudah-mudahan saja di hari H itu sudah tak ada PSBB, tak ada “New Normal”, semuanya sudah benar-benar normal sebagaimana biasa. Dengan demikian kerja Arief Budiman dkk di KPU tidak sia-sia.
Pilkada Serentak yang terkesan dipaksakan di Desember 2020, tentunya anggaran KPU jadi berlipat. Sesuai protokol kesehatan, jaga jarak dengan sesamanya, bisa jadi TPS-nya akan dibuat lebih banyak. Belum lagi anggaran untuk masker. Tak diketahui pasti, apakah petugas di KPPS juga dapat fasilitas masker.
Jika nantinya Covid-19 belum sirna, dikhawatirkan tingkat partisipasi pemilih jadi menurun. Mereka pasti mikir, “Kalau saya nyoblos, jangan-jangan sepulang dari TPS malah terkena Covid-19. Bisa oleh pemilih yang lain, bisa pula oleh petugas KPPS.” Ironis kan, para tokoh berebut jadi penguasa, tapi rakyat salah-salah dipanggil Tuhan Yang Maha Kuasa lebih cepat.
Mendatangi TPS semangatnya rakyat jauh berbeda dengan saat mau mudik Lebaran. Untuk mudik, biar dilarang Presiden-Gubernur dengan alasan PSBB di mana-mana, masih berani nyolong-nyolong dengan segala resikonya. Tapi untuk ke TPS, meski disuruh oleh KPU dan Presiden, masih mikir-mikir jika ancaman Covid-19 terus mengintai.
Rakyat pun banyak yang masih bingung, bagaimana caranya berdamai dengan Corona? Virus kan penyakit, kenapa musti diakrabi? Ini kan jadi seperti bunyi pepatah lama: musuh dalam selimut. (gunarso ts)