BILA nafsu sudah menggebu, kebun kopi pun serasa hotel bintang 5. Maka di sore hari bulan Ramadan, Kamiludin (54) dan Miswati (56) nekat bermesum ria di kebon kopi. Tapi sialnya ulah mereka kepergok warga, sehingga keduanya mau tak mau jadi urusan Wasliyatul Hisbah Aceh dan siap dicambuk pantatnya.
Sebagai provinsi yang memberlakukan sebagian syariat Islam, mestinya Satpol PP atau Wasliyatul Hisbah di Aceh akan banyak nganggurnya, karena rakyatnya tertib dan taat pada hukum negara. Tapi ternyata, Satpol PP di sana masih sering nangkepi orang berbuat mesum, sehingga mau tak mau harus berhadapan dengan Qanun Jinayah (syariat Islam) yang diberlakukan di provinsi paling ujung di barat Indonesia.
Pada bulan Ramadan kemarin, diam-diam Kamiludin-Miswati mengisi daftar antrean cambuk pantat di Kabupaten Bener Meriah, karena mereka kepergok berbuat mesum di kebon kopi. Sebenarnya pihak desa menyarankan damai saja, tapi suami Ny. Miswati dan istri Kamiludin tidak mau, biar saja mereka kena sanksi syariat Islam, sehingga pantatnya makin tepos dihajar cambuk bertubi-tubi.
Warga Kecamatan Wih Pesam Kabupaten Bener Meriah ini bener-bener kelewatan. Di bulan Ramadan mestinya kan meningkatkan amal ibadahnya, untuk mencari pahala Illahi. Tapi yang terjadi, Kamiludin justru mengejar-ngejar paha mulus Ny. Miswati meski sudah dalam usia oversek (50 tahun lebih).
Tapi lelaki dan wanita normal, dalam usia seperti itu gairahnya akan kemesraan di ranjang belumlah pudar. Meski hanya 1 kali seminggu sesendok makan, mereka masih membutuhkan. Celakanya, baik Miswati maupun Kamiludin, sudah jenuh pada pasangan sendiri di rumah. Mereka ingin suasana baru, penyegaran. Kalau pejabat lewat mutasi, kalau syahwat ya lewat relaksasi, misalnya di kebon kopi.
Miswati-Kamiludin sebetulnya juga ingin gairah PIL-WIL itu dilakukan secara berkelas, misalnya di hotel entah yang melati atau bintang tiga. Tapi gara-gara Corona, semua hotel tutup. Padahal gairah syahwat mereka tak bisa ditunda, maka di kebon kopi pun jadilah, Jam 15.00 sore keduanya ke kebon kopi, itung-itung sambil ngabuburit.
Tapi sial, ulah keduanya kepergok pemilih kebon kopi. Tadinya dikira luwak (musang) cari kopi mateng, tapi luwak kok pakai celana panjang dan rok? Begitu dicermat, woooo…..ternyata orang mau berbuat mesum. Maka dia menghubungi sejumlah warga dan pasangan mesum itu diserahkan ke gampong (Kepala Desa). Suami dan istri para praktisi mesum itu dipanggil juga.
Maunya tetua desa, damai sajalah seperti kita berdamai dengan Covid-19. Tapi bagi suami Miswati dan istri Kamiludin, kok enak! Mereka kan sudah mengkhianati perkawinannya, ya sudah serahkan saja ke Wasliyatul Hisbah, biar pantatnya habis kena cambuk.
Kasihan, pantat sudah tipis mau kena hajar pula. (SN/Gunarso TS)