Saat Dendam Tidak Berujung, Tetangga Mudik Dibacoklah

Kamis 28 Mei 2020, 07:30 WIB

BENAR-benar kasihan Dadang, (37), dari Tasikmalaya ini. Pulang kampung di masa PSBB bukan disergap Covid-19, tapi malah dibacok tetangga. Soalnya 3 tahun lalu Dadang menzinai bini Engkus (35). Maka begitu mudik setelah lama kabur, langsung saja Dadang dibacok meski pakai masker juga.

Tahun 2017 pencoblosan (Pilkada) di DKI Jakarta sangat rawan, karena politik dan agama dicampur jadi satu, sehingga tumbanglah Ahok. Tapi pada “pencoblosan” versi lain, orang bisa dendam tiada akhir gara-gara bininya diserobot lelaki lain. Di manapun urusan “asset” yang satu ini sangat rawan, bahkan di Madura sering diselesaikan lewat caruk dengan resiko mati salah satu atau dua-duanya.

Adalah Dadang warga Cibalong, Kabupaten Tasikmalaya (Jabar), yang rupa-rupanya selalu haus akan wanita. Sudah punya istri, cantik lagi, tapi melihat perempuan lain yang berwajah bening, ukuran celananya langsung berubah dari M ke XL. Tak sekadar mengagumi, tapi pengin juga menggumuli. Katanya, barang baru itu punya rasa sensasi yang luar biasa.

Dia punya tetangga, namanya Ny. Sartika (33). Dibanding istrinya, sebetulnya kalah cantik. Tapi karena barang baru, baginya menjadi serba istimewa. Bodinya seksi, kulit putih bersih, tumit jambon (merah jambu), betis juga mbunting padi. Maka di tahun 2017 tersebut, ketika orang pada bingung mau nyoblos jago Pilkada yang mana, Dadang justru bingung bagaimana caranya bisa nyoblos bininya Engkus tersebut. “Kayaknya nih, satu putaran langsung kena nih.” Kata batin Dadang berandai-andai.

Untuk urusan selangkangan, Dadang memang pede banget. Tanpa melihat arah angin ke mana, cuacanya bagaimana, begitu melihat Ny. Sartika sendirian di rumah, langsung saja disergap diajak hubungan intim bak suami istri. Tentu saja Sartika kaget dan berteriak, sehingga Dadang pun gagal melepaskan tendangan duabelas pasnya.

Dia berhasil kabur dari serbuan tetangga sendiri. Tapi masalahnya tak selesai sampai di situ saja. Ketika Engkus tahu bahwa bininya hampir diperkaos Dadang, dia bersumpah untuk menghabisi Dadang. Hal ini membuat Dadang tidak tenang lagi di rumah. Diam-diam dia kabur ke Semarang, sedangkan istrinya juga langsung minta cerai karena tak sudi punya suami celamitan.

Ngebelangsak sudah Dadang di kota bolang-baling itu, gara-gara “baling-baling” miliknya susah diatur. Tapi sebagai manusia normal, sebetulnya Dadang selalu rindu akan kampung halamannya. Istri boleh meninggalkan, tapi kampung halaman adalah landasan sejarah hidupnya. Di situlah dia dilahirkan, tapi di situ pula Dadang bikin masalah.

Di kala geger Covid-19, Semarang juga termasuk daerah yang kebagian PSBB. Dadang jadi tak nyaman di kotanya Ganjar Pranowo tersebut. Maka tak peduli cegatan polisi untuk para pemudik, Dadang nekat pulang kampung. Nganggur-ngangur kalau di kampung sendiri, masih nyaman karena banyak family yang bisa dimintai pertolongan.

Tapi dia lupa bahwa Engkus juga selalu siap dengan goloknya, untuk menyambut kedatangan Dadang. Maka begitu dengar musuh lamanya mudik Lebaran, Engkus mulai ambil wungkal dan mengasah golok, sek esek …….. Pohon pisang ditebasnya, langsung ambruk. “Nah, nasibmu Dadang, juga akan seperti ini,” kata Engkus, tentu saja dalam dialek Sunda.

Hari naas itu datang beberapa hari menjelang Lebaran. Dadang yang tak menyadari sedang dibuntuti Engkus, tahu-tahu crossss……golok mendarat di tengkuk dan punggungnya. Dia langsung ambruk, sementara Engkus kabur. Untung saja warga berhasil membawanya ke RS dengan cepat, sehingga Dadang tak perlu sampai wasalam.

Sedangkan Engkus yang berhasil ditangkap beberapa jam kemudian mengakui, dia masih punya dendam lama dengan Dadang. “Dia hampir perkosa istri saya, maka gentian saya perkosa pula nyawanya agar keluar dari badan,” kata Engkus berapi-api.

 Ternyata umur Dadang memang belum jatuh tempo. (pc/gunarso ts)

News Update