JAKARTA – Ratusan pengembang di Ibukota, ‘mengemplang’ fasos fasum yang menjadi kewajibannya untuk diserahkan ke Pemprov DKI Jakarta. Akibatnya warga dirugikan karena tidak bisa merasakan pembangunan.
Pemprov DKI Jakarta telah berupaya melakukan penagihan melalui pemerintah kota di wilayah masing-masing. Bahkan, telah menggandeng KPK dan Kejaksaan untuk menagihnya. Namun, masih banyak yang belum menyerahkan.
Seperti di wilayah Jakarta Selatan, total ada 452 pengembang pemegang SIPPT (Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah). Dari jumlah tersebut 74 pengembang telah menyerahkan kewajibannya berupa fasos fasum.
Kabag Penataan Kota dan Lingkungan Hidup (PKLH) Jaksel, Imam Bahri menjelaskan dari 74 pengembang yang telah menyerahkan fasos fasum tersebut, rinciannya tahun 2017 sebanyak 33 Berita Serah Terima (BAST) dengan luas lahan 58.766 M2 senilai Rp1,68 triliun dan konstruksi seluas 7.680 M2 senilai Rp33,8 miliar.
Tahun 2018 sebanyak 17 BAST dengan luas lahan 30.169 M2 senilai Rp897,1 miliar dan konstruksi seluas 7.701 M2 senilai Rp11,9 miliar.
Tahun 2019 sebanyak 22 BAST dengan luas lahan 58.198 M2 senilai Rp1,1 triliun lebih dan konstruksi seluas 28.870 M2 senilai Rp15,7 miliar. Sedangkan Tahun 2020 hingga 31 Maret, ada 2 BAST dengan luas lahan 25.316 M2 senilai Rp1,1 triliun lebih dan aset konstruksi 93 M2 senilai Rp38 juta.
“Kami terus melakukan penagihan terhadap pengembang yang belum menyerahkan fasos fasum ke Pemprov DKI karena menjadi kewajibannya,” kata Imam, kemarin.
Dikatakan dalam menagih terdapat beberapa kendala atau kesulitan. Seperti untuk SIPPT yang terbit di bawah tahun 1995 khususnya perumahan, keberadaan para pengembang sulit diketahui alamatnya.
JAKARTA UTARA
Di Jakarta Utara, tercatat 254 pengembang pemegang SIPPT, namun yang telah memenuhi kewajibannya baru 42 pengembang. "Dari lahan fasos-fasum yang ditagih Pemkot Jakarta Utara, total 932.002 meter persegi dari luas keseluruhan 1.709.893 meter persegi," jelas Kasubag Penataan Kota PKLH Jakarta Utara, Asep Roma.
Menurutnya, pendataan hingga penagihan masih terus dilakukan hingga pengembang pemilik SIPTT menyerahkan kewajibannya. "Sejauh ini untuk kendala, karena sudah tidak adanya lagi nama perusahaan serta adanya alasan pengembang karena peta bidang tanah belum selesai masih dalam pengukuran Badan Nasional Pertanahan," ujarnya.
Sementara itu, Kabag PKLH Jakarta Barat, Bambang Joko menambahkan di wilayahnya masih banyak pengembang pemegang SIPPT belum menyerahkan fasos fasum. “Karena terkadang terkendala birokrasi. Seperti mau pecah surat tanahnya atau sertifikatnya,” katanya.
Joko menjelaskan selama tahun 2020 sudah ada empat pengembang yang menyerahkan fasos fasum. “Terhitung hingga hari ini sudah ada empat pengembang yang menyerahkan fasos fasum ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta,” jelasnya.
TINDAK TEGAS
Pemprov DKI Jakarta diminta bertindak tegas. Bahkan kalau perlu lakukan proses hukum.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga mengatakan Pemprov DKI harus mendata ulang pengembang SIPPT yang belum menyerahkan fasos fasum dan mempublikasikan ke masyarakat. Baik nama perusahaan, pemilik dan direkturnya serta alamat jelas.
"Kalau dalam batas waktu yang ditentukan tidak ada klarifikasi dan sanggahan atau belum menyerahkan kewajibannya, Pemprov DKI dapat membekukan semua perijinan dan aset pengembang,” tegas Nirwono, saat dihubungi.
Selain itu, pemilik dan jajaran direksinya dimasukkan daftar hitam. “Bahkan kalau perlu diproses secara hukum, kejaksaan, kepolisian, dan KPK dapat menindaklanjuti proses hukum tersebut," tambah Nirwono.
Sementara anggota DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Gembong Warsono beranggapan bahwa sikap Pemprov kelihatan tidak tegas untuk mengejar pengembang yang tidak segera menyerahkan kewajibannya.
"Pemprov DKI harus punya terobosan baru untuk mengejar pengembang pemegang SIPPT, dengan menggandeng KPK dan Kejaksaan itu awal langkah yang baik," tutur Gembong. (adji/deny/firda/yono/ta/ird)