JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih meminta pemerintah dan pihak terkait lebih mencermati proses penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan wacana dibukanya sekolah kembali di tengah Pandemi COVID-19.
"Perkembangan pandemi masih belum menunjukkan normal, kecuali ada data yang mampu meyakinkan sebaliknya," kata Fikri.
Pengumuman pendaftaran PPDB sudah mulai berjalan secara nasional, sesuai dengan aturan dalam Permendikbud Nomor 44 tahun 2019 tentang PPDB tingkat TK hingga SMA/K, bahwa pengumuman pendaftaran PPDB selambat-lambatnya pada pekan pertama Bulan Mei.
"Di masa seperti sekarang, idealnya PPDB dan proses belajar secara daring, namun kendala masih banyak di sana-sini," katanya.
Fikri menyebutkan, meski sudah ada Surat Edaran Mendikbud bernomor 4/2020 tentang kebijakan pendidikan di masa darurat COVID-19, namun secara teknis masih banyak kendala pelaksanaan di daerah.
"Terkait semua proses, baik PPDB maupun sistem belajar dilakukan secara daring. Ini kan tidak merata karena kendala akses internet serta fasilitas," katanya.
Akibatnya, proses tatap muka atau pertemuan fisik tetap dilakukan di tengah aturan pembatasan sosial berskala besar. "Pemerintah pusat dan daerah mesti mencarikan solusi yang lebih realistis soal ini," katanya. Misalnya dengan melakukan pengetatan protokol kesehatan di sekolah.
Selain itu, proses PPDB yang sepenuhnya daring, dikhawatirkan memunculkan potensi penyimpangan lebih tinggi. "Misal pemalsuan dokumen, secara digital sangat mudah dilakukan, terlebih fisik aslinya tidak bisa dicek langsung," ucap Fikri.
Fikri menambahkan, jalur prestasi dalam proses PPDB juga dinilai membingungkan, terutama setelah tidak adanya Ujian Nasional (UN). Sebelumnya, menurut Permendikbud 44/2019 jalur prestasi ditentukan berdasarkan nilai UN siswa dan prestasin non-akademis. Namun, dengan surat edaran Mendikbud no.4/2020, UN ditiadakan, dan sebagai gantinya prestasi siswa dilihat dari akumulasi nilai rapor pada lima semester terakhir.
"Padahal parameter nilai siswa di tiap sekolah bisa berbeda, juga sangat tergantung subjektifitas guru, nah ini bisa jadi masalah baru,” urainya. (rizal/fs)