ADVERTISEMENT

Berebut Menjadi Penguasa di Tengah Pandemi Corona

Senin, 11 Mei 2020 09:45 WIB

Share
Berebut Menjadi Penguasa di Tengah Pandemi Corona

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

PILKADA serentak telah dijadwalkan KPU tangal 23 September 2020. Tapi gara-gara pandemi Corona, presiden memundurkan jadi 9 Desember 2020. Mungkinkah dan siapkah, di masa pandemi Corona rakyat digiring untuk memilih penguasa di daerahnya?

Jadi penguasa daerah itu banyak jadi dambaan orang. Jabatan Lurah, Camat, Bupati, Walikota, Gubernur, selalu diincar orang. Bedanya adalah, bila Camat yang menentukan Walikota, sedangkan lainnya yang menentukan rakyat melalui pemilihan langsung. Untuk jadi lurah, modalnya banyak family, sedangkan Kepala Daerah harus banyak duit.

Ketika KPU menentukan Pilkada 2020 tanggal 23 September, para calon Kepala Daerah sudah mulai ancang-ancang tebar pesona untuk cari dukungan partai dan rakyat. Tapi mendadak terjadi musibah, pandemi Covid-19 menghajar 34 wilayah provinsi. Berantakanlah program pemerintah dan rakyatnya. Hingga hari kemarin yang terpapar sebanyak 14.032, meninggal sebanyak 973.

Rupanya Presiden Jokowi menggeser ke Desember 2020 dengan keyakinan bahwa bulan-bulan Agustus Covid-19 sudah mengentikan serangannya. Mungkinkah itu? Dengan direlaksasinya PSBB, meningkatnya populasi Corona jadi semakin besar. Tahukan karakter bangsa kita? Dilarang saja nyolong-nyolong, apa lagi diberi kelonggaran, pastilah tambah nekad.

Tak hanya rakyat, para calon peserta Pilkada sendiri ada yang pesimis dengan jawaban Presiden Jokowi. Ahmad Purnomo dari Pilwalkot Surakarta misalnya, dia memilih tak berhadap-hadapan dengan Gibran Rakabuming lawannya, jika Pilkada tetap digelar di 9 Desember 2020. Dia merasa tidak enak dengan rakyat Surakarta sendiri.

Memang tidak elok rasanya, Pilkada di tengah pandemi Corona. Bagaimana mungkin, di kala rakyat masih ketar-ketir di musim Corona tiba-tiba dipanggil Yang Maha Kuasa, eh…..ada sekelompok orang berburu legalitas penguasa. Dikhawatirkan rakyat yang golput tak hadiri TPS semakin besar.

Selain itu, anggaran KPU dipastikan juga membengkak. Soalnya KPU tidak boleh berprediksi banyak golputnya, sehingga jumlah TPS dikurangi. Yang dibenarkan justru memprediksi bahwa pemilih akan semakin banyak, karena pensiunan TNI-Polri dan remaja yang sudah berumur 17 tahun di tanggal 9 Desember tersebut sudah berhak memilih. (gunarso ts)

ADVERTISEMENT

Reporter: Yulian Saputra
Editor: Yulian Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT