JAKARTA - Badan Legislasi DPR RI banyak yang kontroversial. Salah satunya soal pengurangan bahkan penghilangan kewenangan Pemerintah Daerah, termasuk perijinan. Padahal soal kewenangan, tugas dan fungsi Pemerintah Daerah sudah diatur secara baik dalam UU No. 23, Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI, Mulyanto menilai, beberapa pasal dalam RUU Ciptaker ini berpotensi merusak prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang merupakan amanat reformasi. Pemerintah pusat terkesan terlalu mengistimewakan pengusaha dan investor untuk melakukan usaha di berbagai daerah melalui cara mengurangi bahkan menghilangkan peran Pemerintah Daerah.
"Ini adalah soal serius. Salah satu eksperimen negara pasca reformasi adalah menata dan merumuskan ulang pola hubungan pusat-daerah. Dengan beberapa kali revisi UU terkait Pemerintahan Daerah (UU No. 23 tahun 2014) dan implementasi di lapangan, kita mulai mendapatkan formula yang tepat terkait hubungan pusat-daerah," katanya, Minggu (10/5/2020).
Karena itu menjaga capaian ini, serta keseimbangan harmonis hubungan pusat-daerah adalah sebuah langkah penting dan strategis dalam mengelola demokrasi di nusantara ini. Hal ini tidak boleh disepelekan," tegas anggota Badan Legislasi DPR dari FPKS ini.
Kewenangan Pemda juga berkurang dalam sektor transporasi, sumber daya air, jasa konstruksi, perumahan dan kawasan pemukiman, rumah susun. Kewenangan Pemda terkait penyelenggaraan pasar rakyat, pasar swalayan, perkulakan akan dihilangkan.
Selain itu peran Pemda sebagai salah satu penyelenggara kelistrikan dan BUMD usaha penyediaan tenaga listrik dihapuskan. Sedangkan terkait perizinan, RUU Ciptaker ini, menghapus kewenangan Pemda hampir di semua sektor dalam 11 klaster. RUU Ciptaker.
"Tidak ada lagi kewenangan Pemda dalam pemberian izin pemanfaatan ruang, transportasi, Izin Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA), pengelolaan limbah B3; penanaman modal, usaha perkebunan, pertambangan minerba," katanya. (rizal/ys)