Kasus ABK Kapal Berbendera RRC, IJRC Minta Usut Terkait Dugaan Perdagangan Orang

Sabtu 09 Mei 2020, 19:57 WIB
Korban ABK WNI yang dilarung ke laut. (ist)

Korban ABK WNI yang dilarung ke laut. (ist)

JAKARTA - Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus A. T. Napitupulu, mendukung pemerintah dalam mengusut dugaan perdagangan orang anak buah kapal (ABK) di kapal berbendera RCC.

Adanya Prosesi Larung jasad ABK WNI yang diduga korban perdagangan orang di kapal nelayan asal Cina. Pemberitaan ini dimulai oleh unggahan video di sosial media oleh YouTuber asal Korea Selatan, Jang Hansol, yang berisi mengenai pemberitaan MBC News tentang perlakuan-perlakuan terhadap ABK di kapal itu.

"Adapun perlakuan-perlakuan yang disampaikan di dalam video itu dilihat sudah bisa memenuhi sebagai tindak pidana perdagangan orang berdasarkan hukum Indonesia dan ataupun hukum internasional tentang perdagangan orang," kata Erasmus dalam keterangannya.

Di dalam pemberitaannya diperlihatkan video mengenai prosesi Larung atau Burial at Sea, serta beberapa wawancara yang berisi pengakuan mantan ABK Kapal yang diberitakan sedang menjalani masa karantina di Busan, Korea Selatan.

"Di dalam pengakuan ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi. Khususnya mengenai pengakuan pembayaran atau gaji yang diberikan terhadap ABK dalam kurun waktu 13 bulan sebanyak 130 Dolar, atau 10 Dolar per bulan. Passport milik ABK juga diakui ditahan dan akibat besarnya biaya dan deposit ABK pada masa rekrutmen. Sehingga ABK tidak bisa begitu saja meninggalkan kapal," katanya.

Perlaku-perlakuan ini, lanjutnya,  telah menandakan adanya eksploitasi kepada para ABK, hal ini mengindikasikan adanya tindak pidana perdagangan orang, paling tidak ketentuan Pasal 4 UU TPPO tentang membawa warga negara Indonesia ke luar wilayah negara Republik Indonesia dengan maksud untuk dieksploitasi di luar wilayah negara Republik Indonesia dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun.

"Pemerintah Indonesia melalui kerja sama internasional, baik yang bersifat bilateral, regional, maupun multilateral harus mampu mengusut tuntas tindak pidana ini, dan menangkap serta mengadili pelaku utama dalam eksploitasi ini, tidak hanya pelaku lapangan," katanya. (rizal/fs)

 

 

Berita Terkait

News Update