ADVERTISEMENT

Pelacur Tetap Jajakan Cinta di Masa Pandemi Corona, Kriminolog : Mereka Tak Punya Opsi Lain

Jumat, 8 Mei 2020 08:10 WIB

Share
Pelacur Tetap Jajakan Cinta di Masa Pandemi Corona, Kriminolog : Mereka Tak Punya Opsi Lain

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Berkeliarannya sejumlah wanita pelacur di tengah pandemi corona, dipastikan  memperlambat musnahnya  penyebaran virus  ini. Imbauan beraktivitas  dan diam di rumah, tak dituruti penjaja seks. Sebab mereka terbentur kebutuhan hidup sehari-hari.

“Pelacuran tetap beroperasi, boleh jadi karena para pelacur tidak punya opsi lain untuk memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Butuh uang, tidak tahu pekerjaan lain sehingga nekat masih menjajakan diri,” kata Kriminologi Forensik Reza Indragiri. Bisa pula para pelacur tersebut berkaca pada kasus bencana dan pascbencana sebelumnya, frekuensi pencari cinta sesaat justri meninggkat.

Tak heran bisnis prostitusi di Indonesia masuk dalam urutan ke-12 dunia menurut  Havocscop , perusahaan data pencatat pasar illegal. Nilai perputaran bisnis prostitusi di Indonesia  mencapai USD2,25 miliar per tahun atau sekitar Rp32 triliun. Melalui media sosial yang berlanjut di aplikasi pesan, para penjaja seks lebih leluasa memasarkan dirinya tanpa diketahui banyak orang, selain muncikari dan pelanggannya

“Dengan kata lain, dalam situasi bencana, terbuka prospek pasar baru. Yaitu pasar esek-esek. Apa pun model pemasarannya, tetap saja itu kontras dengan bisnis pelacuran di Barat. Masyarakat di sana tak mau pakai layanan pelacur karena khawatir kena Covid-19," tukasnya.

Di negara-negara Barat tren bisnis pelacuran dan sejenisnya kolaps. “Tapi, di sisi lain, konsumsi pornografi dalam jaringan media social di banyak negara melonjak sejak masyarakat diharuskan berada di rumah saja," ucapnya. Tayangan berupa film biru dan atraksi seks, secara live menjadi laris manis pada waktu-waktu belakangan ini.

Baca juga: Corona Mewabah, Pelacur Banting Harga

 BUAH SIMALAKAMA

Sedangkan pengamat kebijkan publik Trubus Rahadiansyah,  menilai kebijkan PSBB itu seperti buah simalakama. "Sebenarnya ini masalah perut. Kalau pemerintah bisa menjamin kebutuhan masyarakat terpenuhi, kemungkinan mereka tidak akan berkeliaran menjual diri," ucap Trubus.

PSK itu pekerjaan yang membahayakan. ”Karena menempatkan perempuan menjadi objek eksploitasi. Bagi perempuan yang dilacurkan berhadapan pada kerusakan organ reproduksi,” katanya. Jika dilihat dari perspektif ekonomi, dia berharap permasalahan ekonomi yang menjadi penyebab maraknya prostitusi menjadi perhatian dan dapat diselesaikan. “Gaya hidup menjadi salah satu bagian dari faktor ekonomi yang memicu para perempuan terjerumus ke prostitusi,” katanya.

Tekanan sosial sering kali menjadi alasan untuk menghalalkan berbagai cara. Padahal, tekanan itu diciptakan oleh diri sendiri. “Materialistik yang didukung kehidupan di media sosial membuat seseorang selalu ingin menunjukkan sesuatu yang memiliki materi lebih baik atau glamor,” katanya. (ilham/iw/ruh)

ADVERTISEMENT

Reporter: Guruh Nara Persada
Editor: Guruh Nara Persada
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT