JAKARTA – Virus corona momok menakutkan bagi kaum marginal. Menyusul diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ribuan karyawan di-PHK dan sejumlah usaha kecil dan menengah gulung tikar. Kondisi tersebut bukan hanya mendera rakyat kecil dan karyawan kantoran, tapi juga memukul bisnis esek-esek wanita kupu-kupu malam.
Tak sedikit mereka banting harga hingga 70 persen layaknya cuci gudang sebuah produk jelang akhir tahun. Sejak virus ini mewabah, rasa cemas menghantui setiap wanita pelacur. Bukan hanya melulu karena uang, tapi juga menyadari dirinya terancam terpapar infeksi virus corona.
Namun mereka tak memiliki pilihan lain. Seribu cara mereka lakukan demi menghindari terinfeksi Covid-19. Salah satunya mengubah layanan booking lewat aplikasi chat online. Hotel dan kos-kosan menjadi tempat teraman yang biasa digunakan para penjual cinta sesaat itu demi mendapat rupiah.
Akhir pekan lalu, Pos Kota mencoba menyelusurinya. Lewat aplikasi online, mengontak seorang wanita PSK yang ber-home base di sebuah hotel kelas melati di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Cewek yang ngaku berusia 22 tahun ini engan menyebutkan namanya. Dia langsung menawarkan jasa. “Mau, long time or short time, atau plus terapis, bisa. Murah kok, om,” ujarnya bersuara manja menggoda.
Dia lalu menyebutkan sejumlah nama hotel dan wisma yang dijamin bebas dari virus corona. Sebelumnya, cewek asal Cianjur ini mematok tarif Rp800.000 sekali kencang. Uang sebesar itu sudah temasuk hotel untuk short time. Saat ini dia dan teman-temannya sesama pemuas cinta sesaat, terpaksa banting harga menjadi Rp200-250 ribu. “Gara-gara corona, kami pun kena imbas," katanya. Meksi sudah menurunkan tarif, pelanggan tetap sepi
Bahkan hari itu saja, cewek ini belum juga mendapatkan pelanggan. Demi bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dia memilih menggunakan jasa layanan video call sex (VCS).Namun, pendapatan dari VCS masih tergolong sedikit. Dalam sehari, dia hanya melayani satu hingga dua orang dengan total Rp200 ribu. "Gue sekarang ngirit. Benar-benar duit buat makan sama bayar hotel. Makan juga di warteg,” ucapnya.
SUHU TUBUH
Keluhan serupa dilontarkan PSK lainnya yang mengaku mempunyai dua anak Garut, kampung halamannya. Sebut saja Gadis, cewek 24 tahun yang tinggal di kos-kosan di kawasan Pasar Cipete, Jakarta Selatan. Dia dan teman-temannya hanya bisa menunggu tamu yang menghubungi di kos-kosan."Mau pulang kampung tak punya duit, nunggu aja di sini" katanya.
Sebelum Covid-19 datang, Gadis gampang mendapatkan pelanggan. Dia memasang tarif berbeda. Durasi short time, misalnya dia mematok Rp750 ribu-Rp1 juta. Long time, dia minta Rp4 juta. Dia yang menyediakan tempat dan menerima panggilan. "Dalam sebuan, bisa dapat Rp12juta-15 juta," ujarnya. Coruna menjadi masalah baginya. Pelanggan dan dirinya, takut tertular virus tersebut. Namun demi hidup Gadis tetap menjual kemolekan tubuh.
Sebagai upaya pencegahan, Gadis mengubah cara bekerjanya. Dia akan memeriksa suhu tubuh pelanggannya sebelum masuk ke kamar hotel atau kosan. Dia juga meminta pelanggan mengenakan masker dan mencuci tangan sebelum ‘bercinta’ dengannya melakukan aktivitas bersamanya. "Jika mereka menolak, saya akan menyuruhnya pergi," ungkapnya
Setelah tamunya puas dilayaninya, Gadis segera membersihkan kamarnya. “Setiap tamu yang datang bisa saja terjangkit corona dan saya was-was. Saya takut jika menulari anak-anak saya," kata Dia menyadari sedang mempertaruhkan nyawanya, namun hanya cara itu yang bisa dilakukan Gadis demi bisa bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan kedua buah hatinya.
GAGAP TEKNOLOGI
Sementara bagi pelacur tua dan gatek alias gagap teknologi, masih bekeliaran menjajakan diri di jalanan. Seperti yang dilakukan 13 PSK bersama tiga pria hidung belang yang diciduk aparat penegak perda di Gang Sandiwara RT 04/09, Kemang, Kab. Bogor, Rabu (6/5) malam.
“Mereka kami amankan saat sedang transaksi dan sebagian lagi menunggu pria hidung belang,” kara Kanit Satpol PP Kecamatan Kemang, Suhendi. Ke-13 pelacur itu berusia antara 30-40 tahun yang buta perkembangan teknoloni. “Di saat sebagian lainnya kini beralih ke prititusi online, mereka masih menjual diri di pinggi jalan.
"Tarif yang dipatok tak lebih dari Rp150.000 sekali kencan dengan fasilitas berlasankan tikar di reremputan atau kios terbengkalai di sepanjang Gang Sadiwara” tambahnya. Saat diamankan, kebanyakan mereka pasrah. Selanjutnya belasan wanita kupu-kupu malam didata dan selanjutnya membuat surat pernyataan tidak menajakan diri lagi.
“Kali ini, kami beri pelonggaran agar mematuhi imbauan pemerintah berdiam di rumah, bahkan kami suruh anggota keluarganya menjemput,” tegasnya. Dari pengakuan para PSK, ia menambahkan, masih nekat menjajakan diri karena kebutuhan ekonomi. “Ini berbahaya karena hampir seluruh wilayah sudah masuk zona merah salah satunya Kemang,” tukasnya.(ilham/iw/ruh)