Corona Mewabah, Pelacur Banting Harga

Jumat 08 Mei 2020, 08:00 WIB
Ilustrasi. (ucha)

Ilustrasi. (ucha)

JAKARTA – Virus corona momok menakutkan  bagi kaum marginal. Menyusul diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), ribuan karyawan di-PHK dan  sejumlah usaha kecil dan menengah gulung tikar. Kondisi tersebut bukan hanya mendera  rakyat kecil  dan karyawan kantoran, tapi juga memukul bisnis esek-esek wanita kupu-kupu malam.

Tak sedikit mereka banting harga hingga 70 persen layaknya cuci gudang sebuah produk jelang akhir tahun. Sejak virus ini mewabah, rasa cemas menghantui setiap wanita pelacur. Bukan hanya melulu  karena uang, tapi juga menyadari dirinya terancam terpapar infeksi virus corona.

Namun mereka tak memiliki pilihan lain. Seribu cara mereka lakukan demi menghindari terinfeksi Covid-19.  Salah satunya mengubah layanan booking lewat aplikasi chat online. Hotel dan kos-kosan menjadi tempat teraman yang biasa digunakan para penjual cinta sesaat itu demi mendapat rupiah.

Akhir pekan lalu, Pos Kota  mencoba menyelusurinya. Lewat  aplikasi online,  mengontak seorang wanita PSK yang ber-home base di sebuah hotel kelas melati di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Cewek yang ngaku berusia 22 tahun ini engan menyebutkan namanya. Dia langsung menawarkan jasa. “Mau, long time or short time, atau plus terapis, bisa.  Murah kok, om,”  ujarnya bersuara manja menggoda.

Dia lalu menyebutkan sejumlah nama hotel dan wisma yang dijamin bebas dari virus corona. Sebelumnya,  cewek asal Cianjur ini mematok tarif Rp800.000 sekali kencang. Uang sebesar itu sudah temasuk hotel  untuk  short time. Saat ini dia dan teman-temannya sesama pemuas cinta  sesaat, terpaksa banting harga menjadi Rp200-250 ribu. “Gara-gara corona, kami pun kena imbas," katanya. Meksi sudah menurunkan tarif, pelanggan tetap sepi

Bahkan hari itu saja, cewek ini belum juga mendapatkan pelanggan.  Demi  bisa memenuhi kebutuhan hidupnya, dia  memilih menggunakan jasa layanan video call sex  (VCS).Namun, pendapatan dari VCS masih tergolong sedikit. Dalam sehari, dia hanya melayani satu hingga dua orang dengan total Rp200 ribu. "Gue sekarang ngirit. Benar-benar duit  buat makan  sama bayar hotel. Makan juga di warteg,” ucapnya.

SUHU TUBUH

Keluhan serupa dilontarkan  PSK lainnya yang mengaku mempunyai dua anak Garut, kampung halamannya. Sebut saja  Gadis, cewek 24 tahun yang tinggal di  kos-kosan di kawasan  Pasar Cipete, Jakarta Selatan. Dia dan teman-temannya hanya bisa menunggu tamu yang menghubungi di kos-kosan."Mau pulang kampung tak punya duit,  nunggu aja di sini" katanya.

Sebelum Covid-19 datang, Gadis  gampang mendapatkan pelanggan. Dia memasang tarif berbeda.  Durasi short time, misalnya dia mematok Rp750 ribu-Rp1 juta. Long time,  dia minta  Rp4 juta.  Dia yang  menyediakan tempat dan menerima panggilan. "Dalam sebuan,  bisa dapat Rp12juta-15 juta," ujarnya. Coruna menjadi masalah baginya. Pelanggan  dan dirinya, takut tertular virus tersebut.  Namun demi hidup  Gadis tetap menjual kemolekan tubuh.

Sebagai upaya pencegahan, Gadis mengubah cara bekerjanya. Dia akan memeriksa suhu tubuh pelanggannya sebelum masuk ke kamar hotel atau kosan. Dia juga meminta  pelanggan mengenakan masker dan mencuci tangan sebelum ‘bercinta’ dengannya melakukan aktivitas bersamanya. "Jika mereka menolak, saya akan menyuruhnya pergi," ungkapnya

Setelah  tamunya puas dilayaninya, Gadis  segera membersihkan kamarnya. “Setiap tamu  yang datang bisa saja terjangkit corona dan saya was-was. Saya takut jika  menulari anak-anak saya," kata Dia  menyadari sedang mempertaruhkan nyawanya, namun hanya cara itu yang bisa dilakukan Gadis demi bisa bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan kedua buah hatinya.

GAGAP TEKNOLOGI

Sementara bagi pelacur tua dan gatek alias gagap teknologi, masih bekeliaran menjajakan diri  di jalanan. Seperti yang dilakukan 13 PSK  bersama tiga pria hidung belang yang diciduk  aparat penegak perda di Gang Sandiwara RT 04/09, Kemang, Kab. Bogor, Rabu (6/5) malam. 

“Mereka kami amankan  saat sedang transaksi dan sebagian lagi menunggu pria hidung belang,” kara Kanit Satpol PP Kecamatan Kemang, Suhendi. Ke-13 pelacur itu  berusia  antara 30-40 tahun yang buta perkembangan teknoloni. “Di saat sebagian lainnya kini beralih ke prititusi online, mereka masih menjual diri di pinggi jalan. 

"Tarif yang dipatok  tak lebih dari Rp150.000 sekali  kencan dengan fasilitas berlasankan tikar di reremputan atau kios terbengkalai di sepanjang Gang Sadiwara” tambahnya. Saat diamankan, kebanyakan mereka pasrah. Selanjutnya belasan wanita kupu-kupu malam  didata dan selanjutnya membuat surat pernyataan  tidak menajakan diri lagi.

“Kali  ini, kami beri pelonggaran agar mematuhi imbauan pemerintah berdiam di rumah, bahkan kami suruh anggota keluarganya menjemput,” tegasnya.  Dari pengakuan para PSK, ia menambahkan, masih nekat menjajakan diri karena kebutuhan ekonomi. “Ini berbahaya karena hampir seluruh wilayah sudah masuk zona merah salah satunya Kemang,” tukasnya.(ilham/iw/ruh)

Berita Terkait
News Update