ADVERTISEMENT

Pengamat Terkait Kartu Prakerja: Menko Perekonomian Telah Merampas Tugas Kemenaker

Kamis, 7 Mei 2020 23:55 WIB

Share
Pengamat Terkait Kartu Prakerja: Menko Perekonomian Telah Merampas Tugas Kemenaker

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Kartu Prakerja  telah memiliki payung hukum, yakni  Perpres No.36/2020 tentang Pengembangan Kompetensi Kerja, namun masih  berpotensi memiliki masalah yang cukup besar. 

Menurut Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies, Jerry Massie, program Kartu Prakerja itu bisa dikategorikan sebagai "begal digital", lantaran hal itu bukanlah urusan Airlangga Hartarto selaku Menko Perekonomian, melainkan domain Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

"Begal itu kan merampas. Menko Perekonomian ini telah merampas tugas Kemenaker dan Kemendikbud. Ini jelas-jelas menyalahi etika. Selain itu, anggarannya pun harus diketuk di DPR. Dan juga  banyak yang kecewa karena tak sesuai dengan tujuan," tukas Jerry, Kamis (7/5/2020). 

Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi, menilai, pihak yang diuntungkan dari program pelatihan Kartu Prakerja adalah penyedia modul pendidikan, bukan masyarakat terdampak Covid-19.

"Masyarakat tidak mendapat keuntungan dari program pelatihan Prakerja karena saat ini lebih perlu bantuan sosial langsung. Bukan pembelian modul pelatihan, karena di Google dan YouTube banyak modul pelatihan gratis,” tukas Uchok.

Menurut Uchok, Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto adalah biang masalah Kartu Prakerja, karena memaksakan program berjalan tanpa mendengar kritik publik.

Terlebih lagi, sambung Uchok, harga modul pelatihan sebagai syarat mendapat insentif dari Kartu Prakerja begitu mahal, serta kualitas dan pengawasan pelatihan yang tidak jelas.

"Kalau tidak mau dibilang sumber masalah, batalkan dong program itu. Jika Menko Perekonomian ngotot melaksanakan, maka wajar kami menilai mungkin ada kepentingan terselubung. Pemerintah harus tahu kebutuhan rakyatnya, bukan mengakomodasi kepentingan pihak tertentu," ujarnya.

Pada kesempatan berbeda, Head of Research Data Indonesia, Herry Gunawan, justru melihat bahwa sejak peluncuran program kartu prakerja sudah terlihat adanya masalah konflik kepentingan. Sebab, diketahui salah satu dari delapan perusahaan rintisan (start-up) yang menjadi mitra prakerja tersebut ternyata milik Adamas Belva Syah Devara, Staf Khusus Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang juga CEO Ruangguru.             

"Kasus ruang guru itu yang pasti ada conflict of interest, sebab Belva adalah staf khusus presiden saat penunjukan terjadi. UU Administrasi Pemerintahan 2014 dan modul 'Penanganan Konflik Kepentingan' KPK menegaskan hal itu," tukas Herry.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Yulian Saputra
Editor: Yulian Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT