HADITS Nabi mengatakan, tuntutlah ilmu sampai ke negeri China. Tapi di musim Corona ini, masak mencari 500 TKA (Tenaga Kerja Asing) pun dari negeri Tirai Bambu juga? Ini bisa menciptakan kecemburuan bagi tenaga kerja dalam negeri.
Peradaban bangsa Cina lebih dulu maju ketimbang bangsa Barat. Begitu sudah tingginya peradaban di negeri Tirai Bambu, sebuah hadits Nabi pun mengatakan, “Tuntutlah ilmu sampai negeri Cina.”
Diakui atau tidak, kita ini bangsa yang sudah Cina minded. Produk apapun dikaitkan dengan Cina, sehingga ada kacang Cina, baju potong Cina, penyedap kolak namanya Pacar Cina.
Tapi jaman Belanda dulu, orang Cina yang jadi tukang kredit di pasar-pasar dinamakan: Cina Mindring.
Di masa awal-awal Orde Baru sampai 1969, batu radio atau senter merk 555 merajai pasaran. Batu produk kita yang merk-nya Camel kurang digemari publik karena kwalitasnya kalah jauh, cepet basah.
Batu Eveready yang gambarnya kucing hitam disambar petir memang sudah ada, tapi harganya lebih mahal.
Di era reformasi, khususnya pemerintahan Jokowi, yang banyak masuk ke RI bukan produksinya, tapi justru TKA-nya. Sampai-sampai pernah berkembang isyu, jumlah TKA Cina sampai 10 juta.
Masak hampir mendekati jumlah penduduk DKI Jakarta? Menurut Menaker waktu itu, Hanif Dhakiri, yang benar sekitar 24.800-an.
Banyak investor lebih senang menggunakan TKA Cina, karena lebih efektip. Satu orang bisa mengerjakan banyak hal. Sedangkan TK dalam negeri tak mau kerja rangkap-rangkap. Pekerjaan rangkap, upahnya harus rangkap juga.
Di musim Corona ini banyak pengusaha yang terpuruk, sehingga untuk bangkit kembali di Kendari ada dua perusahaan yang akan mendatangkan 500 TKA China.
Tapi Gubernur Sulawesi Tenggara dan masyarakat setempat menolak. Sungguh ironis dan tidak etis, di kala wabah Corona telah mengorbankan tenaga kerja domestik, kok tiba-tiba sejumlah pengusaha mendatangkan TKA dari China.
