JAKARTA - Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PP PBSI) mulai 'memutar otak' untuk menyiasati persiapan para atlet, terkait kemungkinan menumpuknya kalender sejumlah turnamen bulutangkis yang akan digelar akhir tahun ini, akibat pandemi virus Corona (Covid-19). Salah satunya dengan program tambahan guna meningkatkan performa para atlet yang mengalami penurunan, seiring terhentinya sejumlah turnamen selama pandemi.
"Bila sebelumnya target tahun ini itu Olimpiade, maka mereka harus menunggu lagi satu tahun. Bagaimana kita belajar untuk mempersiapkan diri lebih baik lagi jika sejumlah turnamen kembali digelar akhir tahun ini. Karena kita juga harus bisa membuat strategi dan program dari awal lagi untuk tahun depan," kata Susi Susanti, selaku Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PBSI saat dihubungi, Minggu (2/5/2020).
Menurutnya, saat ini pihaknya baru menerima kepastian dari Federasi Bulutangkis Dunia (BWF), terkait perhelatan Kejuaraan Dunia Junior (WJC) 2020 yang akan dihelat pada 28 September-11 Oktober 2020 di Auckland, Selandia Baru. Kemudian Piala Thomas dan Uber 2020 yang kemungkinan digelar pada Oktober mendatang. Sementara itu ia juga memprediksi ada sejumlah yang bisa digelar pada akhir tahun.
Di antaranya, Indonesia Terbuka, Jepang Terbuka, China Terbuka, Denmark Terbuka, Prancis Terbuka, dan Final BWF. "Sampai sekarang masih belum ada kepastian dari BWF, kecuali untuk jadwal Thomas & Uber. Tapi kami siap-siap saja, karena gambaran dari jadwal Piala Thomas & Uber, mungkin mulainya dari Oktober nanti. Minimal persiapan kita sekarang menuju ke Oktober ini," jelasnya.
Sebelumnya, pandemi Covid-19 sempat memaksa BWF menunda sejumlah turnamen internasional bulutangkis. Piala Thomas dan Uber yang semula ditunda sebanyak dua kali dari bulan Juni, kemudian bergeser ke Agustus, dan kini ditetapkan pada bulan Oktober di Aarhus, Denmark. Menurut Susi, perubahan tersebut membuat PP PBSI juga melakukan perubahan pola latihan terhadap atlet di Pelatnas Cipayung.
Di sisi lain, para atlet bisa lebih rileks karena tidak diburu target. Sementara secara mental, mereka harus menghadapi kejenuhan karena lama tidak bertanding.
“Plusnya atlet tidak merasa dikejar target. Saat ini mereka lebih rileks. Belajar introspeksi istilahnya, mempelajari lawan. Namun, minusnya jadi pembelajaran buat mereka kalau tidak ada pertandingan ya enggak enak juga, bosen juga. Harus menyemangati lagi, mempersiapkan diri lagi,” tuntas Susi. (junius/ys)