Pelatihan Daring Program Pra Kerja Abaikan Dikmas

Jumat 01 Mei 2020, 17:20 WIB
Abdul Fikri Faqih. (ist)

Abdul Fikri Faqih. (ist)

JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih menyayangkan program pelatihan daring (online) yang dibungkus dalam program kartu pra kerja sebanyak 5,6 juta penerima mengabaikan keberadaan sekolah berbasis pendidikan masyarakat (Dikmas) di tanah air. 

“Padahal ada puluhan ribu lembaga yang sudah berkecimpung dalam pendidikan dan pelatihan yang sudah bertahun-tahun eksis di masyarakat, menyakitkan melihat fakta bahwa mereka diabaikan,” kata Fikri di Semarang, Jumat (1/5/2020).  

Politisi Partai Keadilan Sejahtera ini merinci data terkait satuan pendidikan berbasis pendidikan masyarakat (Dikmas) di laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud.go.id).  Data itu menyebut ada 9.390 Lembaga Kursus dan Pelatihan (LKP), 9.537 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), serta terdapat 433 Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang tersebar di seluruh Indonesia.  “Totalnya  ada 19.360 lembaga,” imbuh Fikri.

Selain itu, terdapat 6 ribu-an Lembaga pelatihan dan keterampilan yang berada di bawah binaan Kemenaker. Dengan data tersebut, diperkirakan terdapat 250-an ribu pekerja yang menggantungkan hidupnya sebagai pengajar dan instruktur di lembaga-lembaga tersebut.

Fikri mempertanyakan alasan pemerintah yang hanya mengandeng delapan perusahaan platform digital yang sudah mapan secara finansial.  Mitra platform ini kabarnya hanya mengandeng 200-an lembaga kursus  “Padahal ada 19 ribuan Lembaga dikmas milik anak negeri ini yang kesulitan di masa pandemi,” kata Fikri.

Selain itu, Fikri menilai kebijakan yang telah diambil pemerintah tersebut diwarnai konflik kepentingan.  “Aksi nepotisme oleh stafsus istana tidak bisa dilupakan begitu saja  meski oknumnya sudah mundur,” kata Fikri.

Menurut Fikri, kini publik dengan gamblang bisa menilai keberpihakan pemerintah, khususnya saat menghadapi krisis multidimensi yang timbul dari pandemi Covid-19.  “Kebijakan yang tidak peka dan diwarnai KKN menyebabkan krisis ketidak-percayaan kepada istana yang lebih luas,” katanya. 

Karenanya, Fikri juga mengusulkan agar sistem pengawasan internal pemerintah diterjunkan untuk mengawasi proses yang tengah berjalan.   “meski agak terlambat, mestinya juga dilibatkan pendampingan BPKP, LKPP, juga Itjen dalam proses kartu pra-kerja ini,” tutur dia.

Pelibatan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), maupun Lembaga Kebijakan Pengadaan barang/jasa Pemerintah (LPKP), serta Inspektorat Jenderal (Itjen) dikatakan Fikri, untuk meredam kegaduhan yang sudah timbul akibat pelaksanaan program kartu pra-kerja.    

“BPKP, LKPP, dan Itjen harus aktif  mencermati proses pengadaan barang jasa di kartu prakerja agar tdk terjadi kegaduhan dan menyakiti hati lembaga-lembaga kursus di bawah binaan Kemendikbud. Sebagian toh sudah digitalisasi,” kata dia.   

Pemerintah sebelumnya merilis paket stimulus ekonomi di masa pandemi Covid-19 sebesar Rp405,1 T.  Alokasi anggaran sebesar itu antara lain dirinci untuk biaya pelatihan bagi pemegang kartu pra kerja sebanyak 5,6 juta penerima, masing-masingnya senilai Rp. 1 juta, atau total Rp. 5,6 triliun.  Sebagai pelaksananya, istana menunjuk 8 (delapan) mitra perusahaan berbasis daring, yang salah satunya (ruang guru) merupakan milik salah satu staf khusus milenial dan kini sudah mengundurkan diri pasca merebaknya kasus itu.(rizal/ruh)

News Update