500 TKA China Diizinkan Masuk Sultra, Pemerintah Dinilai Tidak Peka Keadaan

Kamis 30 Apr 2020, 14:35 WIB
Sukamta, anggota Komisi I DPR RI. (ist)

Sukamta, anggota Komisi I DPR RI. (ist)

JAKARTA - Gubernur dan DPRD Sulawesi Utara menolak kedatangan 500 TKA asal China yang dipekerjakan di PT Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) di Morosi, Konawe, Sulawesi Utara.

Menanggapi itu, anggota Komisi I DPR RI, Sukamta menilai permasalahan itu lantaran pemerintah pusat tidak peka dengan suasana kebatinan masyarakat saat pandemi Covid-19.

"Pemerintah harusnya membatasi pergerakan warga negara asing yang akan masuk ke Indonesia, sebagaimana pemerintah membatasi masyarakatnya sendiri dengan PSBB, termasuk larangan mudik," kata Sukamta, Kamis (30/4/2020).

Wakil Ketua Fraksi PKS Bidang Polhukam ini menambahkan, terlepas dari para TKA China ini memegang visa kunjungan atau visa kerja, harusnya pemerintah pusat tidak menerima TKA China terlebih dahulu.

Apalagi dalam Permenkumham No. 11 tahun 2020 tentang Pelarangan Sementara Orang Asing Memasuki Wilayah Negara Republik Indonesia pasal 3 diatur bahwa pengecualian bagi warga asing pemegang KITAS atau KITAP disyaratkan dalam 14 hari sebelumnya berada di negara yang bebas dari Covid-19. Menerima masuknya TKA dari negara China yang merupakan negara asal virus, jelas bertentangan dengan aturan tersebut.

Pemerintah pusat harusnya sensitif dengan perasaan dan kondisi masyarakat khususnya yang terdampak pandemi Covid-19 ini. 

Banyak masyarakat yang kehilangan pekerjaan, kehilangan penghasilan, dan pergerakan harus dibatasi, tapi bantuan sosial belum maksimal, dimulai dari pendataan warga yang kacau, hingga tidak meratanya pembagian bantuan sosial, banyak yang tidak mendapatkan bantuan sosial padahal sangat membutuhkan.

"Isu TKA China sendiri sebelumnya sudah sensitif, terkait hubungan perusahaan asing dengan lingkungan dan masyarakat sekitar termasuk soal penyerapan tenaga kerja lokal. Ditambah lagi dengan kondisi akibat pandemi ini, kita tidak ingin eskalasi masalah ini meningkat, karena bisa menimbulkan ketegangan dan gesekan sosial. Kita ingin hindari itu. Karena jika kerusuhan terjadi, maka efek ekonomi bisa lebih parah lagi," ujar wakil rakyat dari Daerah Istimewa Yogyakarta ini. (rizal/ys)

Berita Terkait
News Update