Oleh Harmoko
SERING kita dengar pepatah " Katakan benar, jika memang benar. Katakan salah jika memang salah."
Istilah atau petuah ini mengajarkan kepada kita semua agar senantiasa bersikap jujur dan berlaku objektif atas sebuah kebenaran dan kesalahan.
Meski dapat dipahami bahwa kebenaran objektif masih perlu diuji, mengingat apa yang menurut kita benar, belum tentu benar untuk orang lain.
Lain halnya dengan kesalahan yang telah kita lakukan tidak perlu dikaji, apalagi diuji oleh orang lain.
Yang tahu persis tentang kesalahan kita adalah diri kita sendiri yang telah membuat atau melakukannya. Kesalahan seperti apa, kepada siapa dan sejauh mana kesalahan yang telah kita lakukan.
Di sinilah perlunya kejujuran. Jujur untuk mengakui kesalahan, bukan menyembunyikan kesalahan.
Sebagai manusia tentu siapa pun tidak lepas dari kesalahan dan kekhilafan, sekecil apa pun kesalahan itu.
Ada peribahasa mengatakan "Tak ada gading yang tidak retak" yang artinya tidak ada sesuatu yang tidak ada cacatnya.
Ini mengingatkan bahwa di dunia ini tidak ada satu pun orang yang sempurna. Semua pasti ada ‘cacat’ dan kekurangannya.
Siapa pun dia, apa pun pangkatnya, kedudukannya, dan status sosialnya.
Kesalahan adalah manusiawi, yang diperlukan adalah menggunakan kesalahan sebagai bahan kajian untuk perbaikan di kemudian hari.
Sejumlah tokoh dunia meraih sukses bukan berarti tanpa kesalahan. Bahkan, tidak jarang melakukan kesalahan demi kesalahan. Berawal dari kesalahan yang kemudian dijadikan motivasi diri. Sehingga akhirnya sukses meraih masa depan. Sebut saja Thomas Alfa Edison, penemu bola lampu, Johan Gutenberg penemu mesin cetak, Albert Einstein, ilmuwan fisika teoretis.
Jesse Livermor, trader yang menggunakan nalurinya untuk melakukan buy sehingga dikenal dengan sebutan "Raja spekulasi". Winston Leonard Spencer Churchill, Perdana Menteri Britania Raya sewaktu Perang Dunia kedua.
Fakta Ini mengajarkan bahwa hidup yang dihabiskan untuk membuat kesalahan tidak hanya jauh lebih mulia, tetapi juga lebih berguna daripada hidup yang dihabiskan tanpa melakukan apa pun.
Tanpa kesalahan dan kegagalan, tak ubahnya seseorang yang tidak pernah melakukan perubahan.
Tokoh besar dunia ini telah menguji bahwa kesalahan bukanlah kegagalan. Malah menjadikan kesalahan sebagai motivasi diri untuk bekerja lebih keras lagi.
Karenanya kesalahan bukanlah sebuah aib, yang harus disembunyikan. Justru kesalahan diri sendiri menjadikan kita sebagai pribadi yang lebih baik lagi dari sebelumnya.
Belajar dari kesalahan membuat kita dewasa dan lebih bijaksana.
Hidup dengan melakukan kesalahan akan tampak lebih terhormat daripada selalu benar karena tidak pernah melakukan apa-apa.
Belajar dari tokoh sukses dunia ini, hendaknya siapa pun tidak perlu malu karena berbuat kesalahan, selama ia menjadi lebih bijaksana dari sebelumnya.
Begitu pun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, hendaknya tidak senantiasa menyembunyikan kesalahan. Apalagi bagi seseorang pemimpin. Keberanian mengakui kesalahan atas kebijakan yang telah digulirkan adalah bentuk evaluasi.
Dengan kesalahan ada upaya perbaikan, tanpa mengakui kesalahan sama artinya pembiaran kebijakan salah arah.
Saat sekarang ini diperlukan pemimpin di tingkat apa pun untuk berani terbuka mengakui kesalahan. Tanpa berani mengakui adanya kesalahan, dapat diduga, bahkan dipastikan, kesalahan yang sama akan berulang, atau kesalahan lain pun akan terjadi.
Kita harus yakin masyarakat tentu akan memaafkan sebesar apapun suatu kesalahan, jika ada niat dan usaha untuk memperbaiki. Pantas kiranya dipenuhi permohonan maaf selama bukan hanya kata - kata, tetapi juga dengan bukti nyata.
Lebih - lebih pitutur luhur mengajarkan "Orang bijak adalah orang yang menyadari kesalahannya, berani mengakuinya, mau memperbaikinya, dan mau belajar darinya."
Seseorang, siapa pun dia, harus cukup rendah hati untuk mengakui kesalahannya, cukup bijak untuk mengambil manfaat dari kegagalannya, dan cukup berani untuk memperbaiki kesalahannya.
Agama apa pun mengajarkan kepada pemeluknya untuk selalu rendah hati dengan mengakui kesalahan dan meminta maaf atas kesalahan, kemudian memperbaikinya.
Bukan sebaliknya sibuk mencari - cari kesalahan orang lain, tetapi diam- diam menutupi kesalahan diri sendiri.
Memang melihat kesalahan orang lain lebih gampang, ketimbang mengungkap kesalahan diri sendiri.
Kesalahan orang lain terletak pada mata kita, tetapi kesalahan sendiri terletak di punggung kita.
Kesalahan kita yang paling besar adalah saat kita sibuk mengurusi kesalahan orang lain, sementara lupa atas kesalahan diri sendiri.
Mari kita instrospeksi diri atas kesalahan yang terjadi, bukan malah menguak kesalahan orang lain demi menutupi keburukan sendiri.
Jangan berlaku seperti kata pepatah "Buruk muka cermin dibelah." (*).