ADVERTISEMENT

Akademisi: Marak Penolakan Jenazah Corona, Bukti Rendahnya Literasi di Indonesia

Selasa, 7 April 2020 09:45 WIB

Share
Akademisi: Marak Penolakan Jenazah Corona, Bukti Rendahnya Literasi di Indonesia

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Maraknya aksi penolakan pemakaman jenazah korban Covid-19 atau virus corona di sejumlah daerah di Indonesia membuat kalangan akademisi prihatin.

Mantan wartawan media nasional, Pakar Komunikasi Media, sekaligus Koordinator Program Studi Magister Ilmu Komunikasi, FISIP, Universitas Jenderal Soedirman, Dr. Edi Santoso mengatakan, aksi penolakan masyarakat atas jenazah penderita Covid-19 adalah bukti rendahnya literasi masyarakat di Indonesia.

"Kalau sampai misalnya ada jenazah yang ditolak saat hendak dikuburkan, seperti apa rasanya anggota keluarga yang ditinggalkan, ini sangat ironi, di tengah melimpahnya informasi, pengetahuan yang benar seputar Covid-19 belum sepenuhnya sampai ke masyarakat, tapi ini bisa dimengerti sebetulnya, karena memang antara kuantitas informasi tidak selalu paralel dengan kualitas informasi," kata Dr. Edi Santoso, saat dihubungi, Senin (6/4/2020).

Tak hanya itu, Dr. Edi juga menyesalkan adanya penolakan masyarakat terhadap pasien virus corona yang telah dinyatakan sembuh oleh pihak rumah sakit.

"Jika ada yang sudah sembuh tetapi malah dijauhi masyarakat, kan kasihan mereka, bisa jadi hal ini disebabkan informasi yang sampai ke masyarakat lebih banyak hoaks, ketimbang berita-berita faktual, mereka lebih banyak menerima kabar-kabar bias yang membuat orang jadi paranoid (ketakutan) ketimbang informasi kesehatan yang terpercaya," papar Alumni Universitas Indonesia.

Sebagai dosen yang berkecimpung di dunia jurnalistik, Dr. Edi juga berharap peran serta media dalam memberitakan Covid-19 ini berimbang sehingga mampu memberikan informasi dengan baik terhadap masyarakat.

"Bagi media hal ini menjadi tantangan mulia, ikut mendukung pemerintah dengan mengedukasi masyarakat. Karena wabah ini persoalan kita bersama, semua harus saling bersinergi. Kedepankan jurnalisme empati dengan memilih narasumber yang kredibel. Memberikan informasi kepada masyarakat, bahwa jenazah positif Covid-19 kalau dikuburkan sesuai prosedur itu aman, tak akan menulari warga dan pasien yang sembuh itu justru malah aman, karena sudah terbentuk antibodi," paparnya.

Pria kelahiran Jepara, Jawa Tengah, 4 Maret 1976 ini juga berharap pemerintah dapat menyelesaikan masalah pandemi Covid-19 ini dengan baik, termasuk pencegahan dan memberikan bantuan terhadap korban dan masyarakat yang terdampak wabah penyakit tersebut.

"Saya berharap para influencer bisa memainkan peran strategisnya, dengan mengedukasi dan memotivasi masyarakat secara konstruktif. Bagi pemerintah, ada PR untuk mengedukasi masyarakat. Ternyata, masih banyak yang belum tahu betul tentang Covid-19, efek sosial seperti ini harus menjadi bagian dari solusi kebijakan pemerintah, jangan sampai menambah masalah baru karena ketidaktahuan," jelasnya.

Terkait pemberlakuan kuliah daring guna memutus rantai wabah virus corona, Dr. Edi menjelaskan jika Universitas Jenderal Soedirman, telah memiliki platform eldiru, yang sebelum terjadinya wabah, sudah mulai digunakan, sehingga pihaknya relatif siap menghadapinya, sekalipun masih ada kendala, baik menyangkut SDM ataupun aspek teknis.

Halaman

ADVERTISEMENT

Reporter: Yulian Saputra
Editor: Yulian Saputra
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT