Pembiayaan Pasien Covid-19 oleh BPJS Kesehatan, Harus Ada Payung Hukum

Selasa 24 Mar 2020, 17:03 WIB
Wakil Ketua MPR RI  Hidayat Nur Wahid 

Wakil Ketua MPR RI  Hidayat Nur Wahid 

JAKARTA –  Wakil Ketua MPR RI  Hidayat Nur Wahid  meminta DPR RI  dan Pemerintah segera menyiapkan payung hukum terkait pembiayaan pasien Covid 19 oleh BPJS Kesehatan.

Payung hukum ini penting untuk  penanggulangan Virus Covid 19 yang sedang mewabah di Indonesia, daripada membuat gaduh seputar wacana rapid test virus Covid-19 untuk anggota DPR RI dan keluarga. 

Hidayat yang akrab disapa HNW menilai, bahwa payung hukum ini  juga diminta oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Dr Fahmi Idris, agar tidak menimbulkan masalah saat pelaksanaan di kemudian hari, serta memberi kepastian hukum di lapangan.

Salah satu hal  krusial untuk dibahas adalah seputar peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada korban yang terdampak covid 19.

Ketentuan yang menjadi kendala adalah Pasal 52 ayat (1) huruf O Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang mengecualikan kejadian  luar biasa atau wabah sebagai suatu kondisi yang dijamin dalam pelayanan kesehatan BPJS.

"Itu perlu dilakukan agar tidak menimbulkan masalah & keraguan di lapangan,” ujarnya, Selasa (24/3/2020). 

Ia menilai bahwa walau revisi Perpres merupakan kewenangan dan bisa dilakukan oleh pemerintah,  tetapi konsultasi dengan DPR juga perlu dilakukan karena implikasinya kepada anggaran. "Revisi bisa dilakukan secara terbatas khusus berkaitan dengan pasal tersebut atau ketentuan lainnya yang berkaitan," ujarnya. 

Selain itu, lanjut HNW, rapat antara DPR dan Pemerintah juga perlu dilakukan untuk membahas perlunya Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) karena keadaan sudah dapat dinilai genting dan memaksa.

Instrumen hukum ini juga bisa digunakan untuk menegakan agar imbauan social/physical distancing atau working from home dapat ditransformasi menjadi norma hukum yang benar-benar mengikat. 

“Melihat keadaan saat ini, Perpu sudah dapat dipertimbangkan. Walaupun itu memang kewenangan Presiden, tetapi perlu juga dikonsultasikan di DPR, karena nanti Perpu nanti akan berujung kepada persetujuan DPR apakah diterima atau ditolak,” tukasnya.  

Anggota Komisi VIII DPR RI ini juga berharap rapat dengan pemerintah bisa segera dilakukan, walau saat ini DPR sedang dalam masa reses, dan baru akan memasuki masa sidang pada 30 Maret 2020 mendatang.

Berita Terkait

News Update