Janganlah Berlebihan

Kamis 05 Mar 2020, 07:30 WIB

Oleh Harmoko

INGIN kaya raya berlimpah harta adalah sifat manusia. Begitu pun ingin hidup dengan banyak uang tidaklah dilarang.

Yang dilarang jika mengumpulkan banyak harta dengan menghalalkan segala cara, misalnya dengan memanipulasi dan korupsi. Lebih - lebih jika dengan harta yang dimilikinya digunakan untuk memperdaya orang lain.

Para pendiri negeri telah mengamanatkan agar menggunakan hak milik sebaik - baiknya. Selain untuk kepentingan pribadi, sedapat mungkin mendukung terciptanya keadilan sosial. Bukan sebaliknya menggunakan hak milik untuk merugikan kepentingan umum.
Tidak pula menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasan terhadap orang lain.

Bahkan dianjurkan tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gaya hidup mewah, sebagaimana rincian butir sila kelima, falsafah bangsa.

Hidup berlebihan memang tidak dilarang, tetapi dari sisi moral tidak sejalan dengan jati diri bangsa karena dapat memperlebar kesenjangan sosial.

Agama apa pun mengajarkan pemeluknya menjauhi hidup berlebihan sampai melampaui batas. Pola hidup semacam itu mencerminkan keserakahan, cermin perilaku yang tidak pernah merasa cukup atas segala nikmat yang telah didapatkan.

Keserakahan timbul karena rasa takut kehilangan sesuatu yang dimilikinya dan kecintaan terhadap dunia yang berlebihan.

Itulah sebabnya sikap serakah tak saja merugikan orang lain, malah saatnya dapat mendatangkan mala petaka bagi dirinya sendiri.

Mengapa? Dalam kehidupan bermasyarakat, sikap serakah mendorong kehendak diri untuk selalu tampil ingin menguasai, suka menjajah, tergerak memanipulasi, dan rela melakukan segala cara untuk mencapai tujuan guna memenuhi hasrat diri.

Tak heran, jika mereka yang serakah cenderung mudah iri, dan jauh dari sikap peduli terhadap orang lain, lingkungan sekitar.

Di era kini, sikap serakah hendaknya dijauhi, lebih- lebih di saat bangsa dan negara sedang berupaya menangkal serangan virus Corona.  

Memborong masker, sabun, bumbu dapur hingga sembako secara berlebihan, karena memiliki banyak uang, hingga yang lain tidak kebagian, tidak sepantasnya dilakukan.

Perilaku semacam ini hendaknya tidak dilakukan karena dapat merugikan orang lain.

Memborong kebutuhan secara berlebihan tak ubahnya menutup peluang orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sama artinya membiarkan orang lain menderita asalkan dirinya senyum bahagia.

Ini tentu sikap yang tak sejalan dengan nilai - nilai hidup bangsa, sebagaimana tercermin secara legal dalam dasar negara, simbol negara dan undang - undang negara.

Orang yang serakah dapat mengacaukan tatanan kehidupan kita dan menjauhkan dari upaya mewujudkan keadilan dan kemakmuran rakyat.

Banyak tokoh perdamaian dunia menyoroti tentang keserakahan hidup manusia.

Mahatma Gandhi, misalnya mengungkapkan dengan pepatahnya "Bumi ini bisa mencukupi tujuh generasi, namun tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang yang serakah.”

Makna yang tersirat, keserakahan adalah nafsu ingin terus  memiliki dan menguasai.

Sekalipun bumi dan seluruh isinya yang cukup untuk menghidupi seluruh manusia selama tujuh turunan, tetapi tidak akan pernah cukup untuk tujuh orang serakah.

Seseorang yang serakah akan terus mencari dan mencari untuk memenuhi hasrat hatinya, nafsu memiliki yang tiada batas rasa puas.

Bahkan, hal yang kecil sekalipun, termasuk ketika berburu masker, sabun atau cairan penangkal kuman virus Corona.

Boleh jadi stok di rumah lebih dari cukup, tetapi karena kepuasaan tiada akhir telah menghantui, dengan kemampuan hartanya, uangnya, kekuasaannya, ikut berburu juga menyingkirkan mereka yang benar - benar sedang membutuhkan.

Dalam situasi dimana semua orang membutuhkan sebagai bentuk kewaspadaan mencegah virus, hendaknya di antara kita saling peduli, bukan saling menguasai.

Berilah kesempatan orang lain ikut memiliki dan menikmati. Jangan ambil semua hak orang lain, meski secara materi bisa menguasai hak orang lain tersebut.

Filosofi Jawa mengajarkan agar kita senantiasa membangun kepedulian demi ketentraman.

"Memayu hayuning bawana, ambrasta dur hangkara”. Hendaknya manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.

Pesan moral yang hendak disampaikan adalah ketenangan, ketentraman menjadi kewajiban kita mewujudkannya, kemudian menjaga dan merawatnya.

Sikap tamak dan serakah akan menjauhkan terwujudnya ketenangan dan ketentraman, suasana yang sekarang sangat dibutuhkan negeri kita.

Kikis perilaku serakah dengan senantiasa bersikap "nerimo ing pandum” - ikhlas menerima apa yang ada, bersyukur atas hasil usaha yang telah dikerjakan.

Mari kita mulai dari kita sendiri.(*)

News Update