DUNIA pendidikan di Indonesia berduka atas peristiwa memilukan hanyutnya 250 siswa SMPN I Turi, Sleman, Yogyakarta, yang mengikuti kegiatan susur sungai dan mengakibatkan 10 pelajar meninggal dunia. Persitiwa ini menjadi perhatian serius dan pembelajaran bagi kalangan pendidik di seluruh daerah.
Dua guru dan satu pembina Pramuka kini ditahan di Polres Sleman untuk mempertanggung jawabkan kelalaian mereka. Belum hilang duka orang tua, murid, guru-guru serta warga atas musibah tersebut, kalangan pendidik dikejutkan dengan perlakuan yang diterima ketiga guru yang ditahan polisi.
Mengenakan kaos seragam tahanan, ketiga tersangka dipamerkan polisi dalam kondisi kepala digunduli, lalu digiring berjalan tanpa alas kaki. Satu guru terlihat mengusap air mata sambil tertunduk. Sontak berita ini menjadi viral, disorot oleh kalangan pendidik di seluruh Indonesia maupun elemen masyarakat lainnya.
Perlakuan yang dialami tiga guru tersebut berbuntut polemik. Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) protes keras, begitu pula organisasi guru lainnya. Elemen guru dari berbagai daerah bahkan mengancam turun ke jalan. Apa yang dialami ketiga guru tersebut secara psikologis memukul mental para pendidik lainnya. Sejumlah tokoh serta anggota DPR juga menyayangkan sikap polisi memperlakukan ketiga pendidik itu bak penjahat jalanan, perampok atau pemerkosa.
Mabes Polri cepat merespon situasi ini, dan Polda Yogyakarta melakukan langkah memeriksa sejumlah penyidik yang menangani kasus hanyutnya 250 siswa di Sungai Sempor, Yogyakarta. Ketiga guru tersebut pun diminta berbicara kepada publik. Namun pernyataan mereka yang menyebutkan bahwa mereka sendiri yang meminta digunduli, justru menimbulkan pertanyaan baru. Jujurkah mereka, atau terpaksa membuat penyataan bohong demi melindungi oknum yang bertindak kurang elok?
Polemik ini harus disudahi. Tiga guru yang dinilai bertanggung jawab atas tragedi ‘Sungai Sempor’ harus menanggung konsekuensi hukum. Nanti majelis hakim yang akan menjatuhkan hukuman atas kelalaian mereka. Di sisi lain, langkah memeriksa oknum polisi yang diduga bertindak berlebihan, sudah benar. Hanya saja kepolisian harus menjunjung tinggi objektivitas. Jangan ajari guru berbohong demi menutupi kesalahan oknum petugas, bila ingin citra Polri terjaga. **