KITA sering mendengar anjuran agar sedapat mungkin menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan. Apalagi perkara sepele, hendaknya tak harus dibawa ke pengadilan.
Anjuran ini patut menjadi rujukan kita bersama. Setidaknya terdapat dua hal yang dapat dijadikan rujukan.
Pertama, menyelesaikan masalah melalui musyawarah dan mufakat dengan samangat kekeluargaan merupakan pedoman bangsa, sejak negeri ini didirikan sebagaimana penjabaran sila keempat Pancasila.
Kedua, pengadilan bukanlah "penyelesai masalah", tetapi "pengambilan keputusan akhir."
Vonis pengadilan boleh jadi menimbulkan ketidakpuasan salah satu pihak atau semua pihak yang berperkara.
Jika sudah demikian, persoalan bukannya selesai, tapi tambah meruncing. Upaya mendapatkan keadilan kemudian ditempuh melalui proses hukum lebih lanjut, yakni naik banding. Masih belum puas, bisa menempuh kasasi hingga peninjauan kembali.
Tak heran jika dikatakan penyelesaian perkara lewat jalur pengadilan, memerlukan waktu cukup lama, menguras banyak tenaga, dan pikiran.Belum lagi materi.
Bagi sementara orang, menyelesaikan persoalan melalui pengadilan akan menambah beban, bukan saja yang mengajukan, juga yang diajukan.
Lain halnya jalur kekeluargaan.Rasa adil menjelma dalam proses musyawarah yang mengedepankan kebersamaan dan kepentingan bersama. Bukan kepentingan masing - masing pihak. Bukan pula bicara menang dan kalah karena musyawarah bukan untuk memenangkan dan mengalahkan.
Musyawarah untuk mencapai kata sepakat antara dua pihak atau banyak pihak yang terlibat di dalamnya, dengan acuan utamanya, kepentingan bersama.
Musyawarah dengan semangat kekeluargaan lebih mementingkan nilai - nilai moral di atas kepentingan lainnya. Nilai moral inilah yang akan menguatkan ikatan kekeluargaan sehingga mampu mencegah munculnya sikap egois atau mau menang sendiri.
Dengan ikatan kekeluargaan mampu menghapus kesan adanya pihak yang diuntungkan dan dirugikan. Dengan adanya nilai moral dan kian kuatnya ikatan kekeluargaan menjadikan semua pihak menerima keputusan dengan penuh kesadaran diri.
Yang pasti penyelesaian secara kekeluargaan prosesnya lebih cepat, adil merata, menghindari prasangka, dan mencegah timbulnya konflik.
Menyelesaikan secara kekeluargaan dapat memperkokoh persatuan dan kesatuan karena prosesnya sangat transparan, tanpa ada yang ditutupi. Tiada dusta di antara mereka karena masing- masing saling membuka diri, bukan mencari - cari kesalahan pribadi. Semua pihak dihargai, diapresiasi, diberikan hak yang sama, tanpa pembedaan perlakuan sebagaimana perlakuan kepada anggota sebuah keluarga.
Dalam skala yang lebih luas lagi, menyelesaikan masalah bangsa dan negara pun tetap merujuk kepada asas musyawarah dan mufakat dengan semangat kekeluargaan.
Apakah itu di level pemerintahan pusat dan daerah, di lembaga legislatif baik pusat maupun daerah. Mengapa? Jawabnya karena semangat kekeluargaan merupakan
landasan filosofis pembukaan UUD 1945.
Asas kekeluargaan merupakan pesan moral dan budaya para pendiri negeri yang dilegalkan melalui peraturan perundang-undangan. Maknanya asas kekeluargaan adalah amanat konstitusi.
Jika dalam menyelesaikan persoalan bangsa dan negara tetap mengacu kepada semangat kekeluargaan, bukankah sebaiknya demikian juga untuk masalah orang per orang, bertetangga dan bermasyarakat.
Alangkah indahnya jika setiap persoalan dapat diselesaikan dalam bingkai kekeluargaan yang berakhir dengan kedamaian.
Ini sejalan dengan makna kekeluargaan itu sendiri yang berarti sebuah rasa kepedulian yang diciptakan oleh seseorang/kelompok agar terciptanya hubungan yang damai dan tentram.
Memang tak ada sanksi hukum bagi pelanggar, tetapi lazimnya, terdapat ketaatan atas hasil kesepakatan.
Ini dapat dipahami karena dalam kekeluargaan terdapat nilai- nilai luhur yang menjadi pedoman hidup sejak dulu kala. Nilai- nilai tersebut di antaranya, adanya penerimaan secara objektif terhadap ide orang lain, meski berbeda dengan diri kita.
Ada kehendak untuk mengakhiri derita orang lain dan diri sendiri. Terdapat unsur kesetaraan dalam mendapatkan hak dan penghormatan. Berlaku adil, berbagi dengan tepat sesuai porsinya.
Adanya ketulusan dan kejujuran, kesopanan, kemurahan hati, kebaikan dan tanggung jawab sosial. Nilai - nilai kekeluargaan ini hendaknya menjadi rujukan hidup bermasyarakat, bersosialisasi, termasuk dalam bermedia sosial (medsos).
Acap terjadi akibat ketersinggungan di dunia maya menjadi berperkara, tak jarang pula berakhir di penjara.Kalau saja saling menahan diri dengan mengedepankan semangat kekeluargaan, boleh jadi tak harus berperkara hingga ke penjara.
Mari kita bangun penyelesaian masalah melalui jalur kekeluargaan. Agama apa pun juga mengajarkan demikian. Dengan mengedepankan nilai- nilai kekeluargaan, jalinan silaturahmi semakin kuat, kekerabatan semakin mantap dan suasana lebih bersahabat.
Hidup terasa lebih nyaman dan tentram. Tanpa beban perselisihan dan perseteruan.
Mari kita terapkan nilai-nilai kekeluargaan dalam bersosialisasi di mana pun, kapan pun dan dalam sutuasi apa pun. (*)