Sampah Tak Masalah Jika Mampu Mengolah

Sabtu 22 Feb 2020, 07:50 WIB
Ibu-ibu RW 003, Cempaka Putih, Jakarta Pusat saat mengolah sampah plastik. (ist)

Ibu-ibu RW 003, Cempaka Putih, Jakarta Pusat saat mengolah sampah plastik. (ist)

BAGI kota – kota besar seperti Jakarta, sampah menjadi masalah , jika tak mampu mengolah. Tetapi tidak akan menimbulkan masalah, boleh jadi mendatangkan nilai tambah, jika mampu mengolah.

Mengelola sampah hanya dengan membuangnya di tempat pembuangan akhir, seperti halnya sampah dari Jakarta yang dibuang di Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Bantar Gebang, Bekasi, sebenarnya belum menyelesaikan akar masalah.

Untuk jangka pendek menjadi solusi, tetapi jangka panjang perlu inovasi baru tentang pengelolaan sampah di Jakarta agar tidak terjadi “darurat sampah”.

Jakarta tidak bisa selamanya menggantungkan pembuangan sampah ke tempat lain. Belum lagi kapasitas lahan TPST Bantar Gebang seluas 110 hektar kian menjadi sempit dan sesak untuk menampung sampah dari Jakarta yang setiap harinya mencapai 7.600 ton. Saatnya akan stagnan.

Kalau pun melakukan perluasan lahan pembuangan sampah menjadi kurang efektif. Selain harga tanah semakin mahal, juga tak sebanding dengan pemanfaatan lahan itu sendiri. Kecuali, memaksimalkan fungsi TPST menjadi sumber energi.

Mengatasi masalah sampah sebenarnya telah jauh hari digagas Gubernur Fauzi Bowo, pada tahun 2011, dengan membangun tempat pengolahan sampah  menjadi sumber energi listrik. Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Sampah – dikenal sebagai   Intermediate Treatment Facility (ITF) rencananya akan dibangun di 4 (empat) lokasi berbeda di DKI Jakarta, antara lain di Sunter, Marunda, Cakung, dan Duri Kosambi.

Tujuannya agar nantinya Jakarta tak lagi bergantung kepada TPST Bantar Gebang, Bekasi.

Cukup lama program ini tersendat karena berbagai kendala. Baru akhir tahun 2018, tepatnya 20 Desember, Gubernur Anies Baswedan meresmikan pembangunan ITF Sunter.

Diharapkan tahun ini sudah beroperasi bisa mengolah sampah hingga 2.200 ton per hari menjadi energi listrik.

Dengan produksi sampah di Jakarta setiap hari 7.600 ton, berarti masih tersisa 5.400 ton yang belum terserap ITF. Jumlah ini tentu akan membengkak seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Lantas sisanya mau dikemanakan?

Untuk saat ini dibuang ke Bantar Gebang, berikutnya tentu perlu membangun 3 ITF di tempat lain.

Opsi lain memberdayakan kelompok masyarakat mengolah sampah di lingkungan tempat tinggalnya.

Inilah tantangan Pemprov DKI menggerakkan partisipasi masyarakat mengolah sampah sehingga tidak menimbulkan masalah, lebih – lebih bisa mendatangkan nilai tambah. ( *).

News Update