SEBAGAI BUMD PT Jakarta Propertindo (Jakpro) memang harus mencari laba sebanyak-banyaknya. Tapi di era Gubernur Anies sekarang, BUMD-nya terlalu ekspansif. Sampai-sampai seniman TIM pun mau diuangkan. Dengan alasan agar go internasional, TIM direvitalisasi dengan menambahkan hotel di dalamnya.
Kemarin para seniman TIM mengadu ke Komisi X DPR RI, setelah pesimis mengadukan nasibnya ke Gubernur dan DPRD DKI. Mereka minta wakil rakyat itu bisa memberi sanksi kepada Gubernur Anies Baswedan, yang tidak menghargai kaum seniman TIM. Mereka tak menolak revitalisasi, tapi jangan tidak diajak bicara, tahunya mateng bagehi (setelah masak dikasih).
Sebelum menggempur Monas demi balapan Formula-E, Pemprov DKI beberapa bulan sebelumnya telah menggempur TIM pusatnya para seniman berkarya. Alasannya sama, revitalisasi. Kata Gubernur Anies, revitalisasi TIM perlu agar nantinya bisa menjadi pusat kebudayaan Asia bahkan dunia. Agar para seniman yang menghadiri event-event di TIM tak perlu menginap di hotel-hotel di luar, maka dibangun hotel berbintang 5 di situ.
Seniman tidak butuh hal-hal seperti itu. Gelar karpet atau bahkan sekedar beralaskan spanduk bekas kampanye, mereka sudah mampu merenda mimpi. Maka gagasan menyediakan hotel berbintang 5 bagi seniman, adalah percuma saja. Mereka hanya butuh fasilitas yang menunjang aktivitas karya seninya.
PT Jakpro memang lihai cari uang. Dengan mendompleng revitalisasi TIM, dibangunlah hotel seharga Rp 1,6 triliun, sama persis dengan harga Formula-E di Monas. Anggaran resminya revitalisasi memang Rp 1,8 triliun, tapi untuk keperluan inti para seniman paling-paling Rp 200 miliar.
Gubernur DKI dan PT Jakpronya lupa bahwa TIM sedari jaman Bang Ali merupakan lembaga non profit. DKI siap menyubsidinya tiap tahun. Tapi gubernur sekarang, merasa rugi tiap tahun mensubsidi Rp 22 miliar sedangkan pemasukan hanya sekitar Rp 10 miliar. Maka seniman pun diuangkan! (gunarso ts)