Oleh Harmoko
SETIAP orang, siapa pun dia boleh melontarkan kritik.Indonesia sebagai negara demokrasi, tentu meniscayakan kritik. Lebih- lebih jika pilar demokrasi dirasa masih kurang lega mewadahi aspirasi.
Kritik juga diperlukan bagi setiap orang, siapa pun dia, apa pun status dan latar belakangnya untuk perbaikan. Ini jika kritik dilakukan secara baik dan benar, penuh etika dan kesopanan.
Ini juga jika kritik dilakukan secara mendasar, bukan asal kritik, tetapi dilandasi data, realita dan fakta yang sebenarnya. Bukan kritik yang hanya bertengger di atas dasar berita hoax. Kalau sumber informasi untuk mengkritik berasal dari hoax, maka isi kritikan menjadi dua kali lebih hoax.
Jika demikian adanya, maka siapa pun yang hoax akan menjadi lebih hoax, yang dikritik atau pun yang mengkritik?
Sering dikatakan kritik itu saran atau masukan. Memang, pada dasarnya kritik, saran dan masukan beda kata dan makna, tetapi hendaknya kita bijak menyikapi dan pandai. Bukankah era sekarang disebut "era cerdas mengemas?".
Arti kritik, merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah kecaman atau tanggapan, kadang-kadang disertai uraian dan pertimbangan baik buruk terhadap suatu hasil karya, pendapat, dan sebagainya.
Maknanya ada pertimbangan baik dan buruk di dalam menyampaikan tanggapan, kalaupun disebut kecaman. Tidak semata menguak semua keburukan, tetapi mengangkat pula sisi positif. Dan, akan lebih bijak lagi jika, disertai solusi.
Itu yang seringkali dinamakan kritik konstruktif. Kritik membangun yang bersifat memperbaiki dari yang buruk menjadi baik. Dari yang kurang menjadi lebih dan yang sudah baik menjadi sempurna.
Kritik, konon bertujuan memperbaiki. Karena itu kritik yang baik juga perlu disampaikan secara baik.
Kritik disebut baik jika disampaikan secara tepat waktu dan sasaran. Disampaikan secara langsung, tidak berbelit, tidak menggurui, menggunakan bahasa yang baik dan santun. Serta diselipkan hal-hal positif dan, jangan lupa, berikan juga solusi.
Di era sekarang yang dibutuhkan kritikan yang membangun, bukan memundurkan. Apalagi berupaya menggagalkan.
Jika kita harus mengkritik orang lain, pastikan kritikan itu demi untuk kemajuan orang tersebut, bukan karena kita membencinya, apalagi ingin menjatuhkannya.
Kritikan yang didasari kebencian, bukan kemajuan yang didapat, tetapi kehancuran bagi keduanya. Baik yang dikritik, lebih - lebih dan lebih dulu, yang mengkritik.
Karena itulah sebelum mengkritik orang lain, teliti dan kritik diri sendiri. Sudahkah benar, layak, dan pantas memberikan kritik.
Para filsuf mengatakan kritik memang baik, tapi jauh lebih baik jika kita melihat kekurangan diri sendiri dan memperbaikinya sebelum mengkritik orang lain.
Ada idiom yang menekankan bahwa saat kita mengkritik seseorang, pada dasarnya kita juga mengkritik diri kita sendiri.
Ini mengingatkan kita agar hati- hati dalam memberikan kritik. Tidak cermat memberikan kritik kepada orang lain, maka kritikan itu akan berbalik lebih keras menghantam kita.
Sebaliknya mereka yang dikritik perlu legowo, dan bijak pula dalam merespons. Jangan emosional bagai orang kebakaran jenggot.
Orang bijak tidak layak takut atas risiko kritik, sebab seseorang tidak akan menjadi hina dan jatuh harga dirinya karena dikritik.
Orang yang optimistis dan dinamis serta ingin maju, berharap adanya kritik. Sebab, kritik dapat membangun motivasi, dan membuat rasa percaya diri lebih tinggi.
Jangan biarkan kritik mematahkan semangat. Justru dengan kritik, kita bisa selalu belajar dan siap menghadapi masalah.
Jangan pula melihat kritikan orang lain sebagai sebuah kebencian, hendaknya jadikan sebagai kesempatan untuk memperbaiki diri sendiri.
Bahkan, orang-orang yang melontarkan kritik bagi kita pada hakikatnya adalah pengawal jiwa kita, yang bekerja tanpa bayaran, seperti dikatakan Corni Ten Boom, penulis Belanda.
Memang, kritikan itu pahit, kadang menyakitkan, tetapi mendidik jiwa jika diterima dengan baik. Sementara, pujian itu manis tetapi merusak hati jika diterima dengan angkuh.
Kita harus memilih, menerima kritikan sebagai pemacu motivasi, sebagai "obat kuat" penambah semangat memperbaiki diri meraih prestasi atau cukup puas dengan pujian yang memabukkan.
Perlu diingat, tidak semua pujian itu tulus. Dan tidak semua kritik menjatuhkan. Acapkali di dalam pujian terselip sindiran, dan kritik itu malah memotivasi diri.
Yang pasti, perlu kesadaran untuk mengevaluasi diri sejauh mana yang sudah kita jalani, sebesar apa yang sudah kita lakukan.
Mengukur sejauh mana tindakan kita, dapat diperoleh dengan mendengar kritikan, bukan pujian.
Pesan yang hendak saya sampaikan adalah janganlah kita alergi terhadap kritik.
Jika kita tidak siap menerima kritikan, sama artinya kita belum siap untuk dipuji.
Kita patut bersyukur jika menerima banyak kritikan. Karena itu adalah indikasi telah melakukan hal - hal penting. Tanpa pernah dikritik berarti Anda tidak pernah melakukan suatu hal penting dan menarik.
Jika tidak mau dikritik, jangan lakukan apa pun, tidak berkata apa pun dan tidak menjadi apa pun.
Haruskah itu pilihan kita? Mari kita renungi. (*).