Bahkan, orang-orang yang melontarkan kritik bagi kita pada hakikatnya adalah pengawal jiwa kita, yang bekerja tanpa bayaran, seperti dikatakan Corni Ten Boom, penulis Belanda.
Memang, kritikan itu pahit, kadang menyakitkan, tetapi mendidik jiwa jika diterima dengan baik. Sementara, pujian itu manis tetapi merusak hati jika diterima dengan angkuh.
Kita harus memilih, menerima kritikan sebagai pemacu motivasi, sebagai "obat kuat" penambah semangat memperbaiki diri meraih prestasi atau cukup puas dengan pujian yang memabukkan.
Perlu diingat, tidak semua pujian itu tulus. Dan tidak semua kritik menjatuhkan. Acapkali di dalam pujian terselip sindiran, dan kritik itu malah memotivasi diri.
Yang pasti, perlu kesadaran untuk mengevaluasi diri sejauh mana yang sudah kita jalani, sebesar apa yang sudah kita lakukan.
Mengukur sejauh mana tindakan kita, dapat diperoleh dengan mendengar kritikan, bukan pujian.
Pesan yang hendak saya sampaikan adalah janganlah kita alergi terhadap kritik.
Jika kita tidak siap menerima kritikan, sama artinya kita belum siap untuk dipuji.
Kita patut bersyukur jika menerima banyak kritikan. Karena itu adalah indikasi telah melakukan hal - hal penting. Tanpa pernah dikritik berarti Anda tidak pernah melakukan suatu hal penting dan menarik.
Jika tidak mau dikritik, jangan lakukan apa pun, tidak berkata apa pun dan tidak menjadi apa pun.
Haruskah itu pilihan kita? Mari kita renungi. (*).