LAIN koki lain masakan, lain gubernur lain kebijakan. Begitulah yang terjadi di DKI Jakarta.
Dulu Gubernur Ahok membebaskan lahan di Muara Karang (Jakut) untuk RTH (Ruang Terbuka Hijau), tapi tiba-tiba oleh Gubernur Anies disulap jadi lokasi Sentra Kuliner. Bagaimana ini, lahan RTH yang hanya 10 persen, mau dikurangi lagi?
Jakarta yang luas wilayahnya sebanyak 661 Km2 membutuhkan RTH idealnya sampai 30 persen. Jaman Gubernur Ali Sadikin, masih bisa sebab banyak wilayah pinggiran Ibukota digelari: tempat jin buang anak. Ancol misalnya, tahun 19670-an masih sepi, benar-benar nyaris tanpa penghuni. Tapi sejak ada TIJA, dari tempat jin buang anak berubah jadi jin bikin anak.
Tapi sayangnya, makin ke sini Ruang Terbuka Hijau justru bikin orang mata hijau lihat duwit. Banyak pembangunan wilayah yang melanggar RUTR (Rencana Umum Tata Ruang). Maklumlah, oknum Tata Kota dan Dinas Pengawas Bangunan bisa diajak bermain. Yang abu-abu (industri) dijadikan kuning (pemukiman), yang hijau pun dijadikan kuning juga.
Maka tak mengherankan RTH di jaman Gubernur Ahok sudah kurang dari 10 persen. Meski untuk mengembalikan ke 30 persen sangat susah, dia mencoba mempertahankan yang ada lewat pembangunan RPTRA di berbagai tempat, juga membebaskan sejumlah lahan untuk RTH sekaligus resapan air.
Misalnya saja di Muara Karang, RTH seluas 2,3 Ha itu tepatnya di Jalan Pluit Karang Indah Timur, Penjaringan. Sebagaimana aturan Tata Kota, lahan RTH tak bisa dibangun dan dikeluarkan IMB-nya. Tapi ternyata di era Gubernur Anies, tiba-tiba saja bisa dikeluarkan IMB-nya dan kini dibangun untuk Sentra Kuliner.
Ketua Fraksi PDIP Gembong Warsono tentu saja kaget. Alasan Sentra Kuliner itu untuk kepentingan UKM (Usaha Kecil Menengah), tak bisa diterima akal. Apa mampu pedagang kecil menyewa lahan Rp24 juta sampai Rp60 juta permeternya? Oleh karenanya, proyek yang tengah dikerjakan oleh anak usaha PT Jakpro itu harus distop.
Paling aneh, pembangunan proyek di RTH itu jelas tak sesuai dengan pemahaman Gubernur Anies tentang tata kelola air selama ini. Bukankah beliaunya selalu mengatakan, air masuk ke bumi itu sunatullah. Lha kalau lahan RTH untuk air masuk bumi terhalang oleh bangunan, bagaimana air hujan bisa diserap bumi, Bro? (gunarso ts)