Vegetatif dan Pemberdayaan Masyarakat, Jadi Pola Baru Penanganan Longsor Bogor

Selasa 04 Feb 2020, 23:25 WIB
Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya di lokasi longsor Bogor.

Presiden Jokowi dan Menteri LHK Siti Nurbaya di lokasi longsor Bogor.

JAKARTA - Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya mengatakan, pola baru dalam penangan pascabencana kini telah dilakukan di wilayah Bogor, juga di Lebak, Banten.

Pola baru ini adalah menggabungkan pendekatan vegetatif atau penanaman pohon yang sesuai kondisi alam/lahan serta pemberdayaan masyarakat, sebab masyarakat ikut dilibatkan langsung sekaligus mengedukasi.

“Jadi ada yang baru yang diharapkan Bapak Presiden Joko Widodo yang dapat menanggulangi bencana dan pemulihan lahan serta alam secara komprehensif dan terintegrasi dengan masyarakat,” ujar Menteri Siti Nurbaya, Selasa (4/2/2020). 

Pola baru yang kerja mengenai  penanganan darurat bencana alam itu telah dilaksanakan sejak Menteri Siti Nurbaya mendapat tugas dari Presiden pada 6 Januari 2020 lalu setelah bencana longsor yang membawa korban dan merusak puluhan rumah penduduk.

Untuk melihat perkembangan penanganan longsor Bogor itulah, Presiden Jokowi bersama Menteri LHK Siti Nurbaya, Menteri PUPR Basuki Hadimulyono, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Bupati Bogor Ade Yasin pada Senin (3/2/2020) meninjau kembali wilayah terdampak longsor guna melihat perkembangan penanganan pasca bencana longsor. 

Presiden meninjau Desa Harkat Jaya dan juga Desa Pasir Madang di wilayah Bogor. Setelah meninjau langsung kondisi lahan yang rusak karena longsor, terlihat mahkota longsor di lereng terjal dan bentang areal dibawahnya  dan ada stream atau aliran air atau kali yang sudah bergeser dan  pindah alirannya  

“Setelah liat di lapangan , sesuai arahan presiden, maka bisa dilihat dan Ketahuan betul di lapangan bahwa harus ditangani satu paket  yakni rehabilitasi hutan dan lahan dan bangunan konservasi tanah dan air serta penanaman pohon,” ujar Siti Nurbaya.

Menurut Menteri Siti Nurbaya, apa yang harus ditangani, tidak hanya  pembuatan jalan membuka isolasi oleh PUPR, atau penanganan pengungsi, sekolah, pangan, Bansos, kesehatan dan lain lain , tapi perintah Presiden  adalah bagaimana menanami bentang alamnya yang sudah ruska dan hris diperbaiki, ditanami pohon yang telat seperti vetiver, dalam kombinasi pepohonan dna bangunan konservasi tanah dan air atau ekohidrolika. 

Lebih lanjut dikatakan Menteri  Siti, apa yang disebut eko hidrolika yaitu bagaimana mengkombinasi dalam mengelola bentang alam dan tata airnya pada bentang  alam dengan lereng yang curam.

Pengendalian Konservasi Tanah dan Air

Lebih lanjut Siti Nurbaya mengatakan,   yang kita lakukan, menangani bentang alam    dengan pembuatan bronjong berlapis. Bronjong  dibuat oleh masyarakat. Jadi artinya pada saat tanggap darurat, harus bersamaan dilakukan pembutan dam penanahan air dan sedimen serta  penanganan tebing, dan penanaman pohon. 

Di daerah yang terjal bisa ditanami veriver, Dan pada  tebing yang  tanahnya mudah terkelupas, bisa diperkuat dengan ditanami dengan sistem vertiver dibantu oleh coccomesh. 

Dalam hal tanah yang terlalu tanah yang longgar bisa dipakai coccomesh itu atau jaring-jaring dari sabut kelapa dengan ukiran kibang kira-kira 2x2  cm. Ini sesuatu yang baru sebagai sistem pengendalian konservasi tanah dan air dengan penanaman pohon dan lain-lain. 

“Ini swakelola masyarakat, batu kali diambil dari pinggir kali oleh masyarakat. Ada upah untuk angkut dan batunya kita beli. Kemudian pekerjanya  juga dari masyarakat yang kita bayar ongkos kerjanya. Ini kita lakukan sejak Perintah Bapak Presiden pada saya awal Januari lalu” papar Siti Nurbaya.

Semua itu kata Menteri yang mendampingi Presiden meninjau lapangan, dalam tanggap darurat 1-2 minggu pengungsi itu wajar, lalu selanjutnya bagaimana?  “Ini sekaligus hal yang baik, pendekatan dan keiukutsertaan masyarakat juga lebih intensif,” katanya. (*/win)
 

News Update