Setahun Ditahan di Ranong, Pelaut Indonesia Minta Perlindungan Presiden Jokowi

Rabu 29 Jan 2020, 09:15 WIB
Capt. Sugeng Wahyono, sudah setahun jadi tahanan kota di Ranong, Thailand.(ist)

Capt. Sugeng Wahyono, sudah setahun jadi tahanan kota di Ranong, Thailand.(ist)

JAKARTA – Kasusnya terkatung-katung selama setahun, seorang pekerja migran Indonesia  menjadi tahanan kota di Ranong, Thailand.

Capt. Sugeng Wahyono,  berharap Presiden Joko Widodo melalui Kementerian Luar Negeri bisa memberikan perlindungan dan bantuan hukum.

Pria asal Surabaya ini merupakan nakhoda kapal MT Celosia, kapal berbendera Indonesia yang dioperasikan PT Brotojoyo Maritime. Saat ini dia menunggu proses persidangan dan mengharapkan perhatian Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi terhadap kasusnya.

“Sudah satu tahun lebih saya ditahan di Ranong padahal seluruh dokumen kargo resmi dan lengkap. Saya berharap Bapak Presiden Jokowi dapat membantu,” kata Sugeng yang dihubungi awal pekan ini di Ranong.

Sebagai tahanan kota, Sugeng tak bisa keluar dari batas wilayah yang ditetapkan. Paspornya disita, dan tak diizinkan untuk keluar dari negara itu. Bahkan, Sugeng tak diizinkan untuk melayat ketika ayahnya meninggal dunia September lalu. Rencana melaksanakan ibadah umrah tahun 2019 juga gagal sudah.

Persoalannya bermula ketika kapal yang dia nakhodai membawa muatan minyak pelumas kiriman Petronas dari Malaka, Malaysia. Sesuai dokumen order, kapal merapat di Malaka dan memuat minyak pelumas untuk dikirim ke Schlumberger di Ranong.

Kapal berlabuh di Ranong pada 9 Januari 2019, dan segera melakukan bongkar-muat. Pihak penerima mengirimkan 20 truk tangki ke pelabuhan untuk memindahkan muatan kapal. 

Tiba-tiba aparat Bea Cukai Ranong menuduh ada upaya penyelundupan atas keterlambatan dalam pemenuhan prosedur bea cukai atas impor muatan MT Celosia. Padahal muatan itu dikirim oleh Petronas dan dimiliki Schlumberger yang bertanggung jawab untuk mengurus impor muatan tersebut.

Akibatnya, kapal berikut awak, dan mobil tangki yang melakukan bongkar-muat di pelabuhan ditahan. Kapten kapal juga diamankan dan belakangan dijadikan tersangka, dan ditetapkan sebagai tahanan kota dengan jaminan dari perusahaan.

“Lelah dijadikan tersangka, capek menunggu proses hukum berjalan. Waktu serasa berjalan sangat lama. Niat tulus bekerja, kontrak jelas, dan saya bukan penyelundup. Saya tidak bersalah dalam kasus ini,” katanya.

Sebagai  pekerja migran Indonesia profesional, nasib Capt. Sugeng sungguh memprihatinkan. Negara seharusnya  hadir memberikan perlindungan sesuai amanat Pasal 21 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

News Update