HABIS banjir terbitlah gugatan, begitulah nasib Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Karena dianggap lalai mengantisipasi banjir, sebanyak 243 warga Jakarta menggugat Rp42 miliar, sebagai ganti rugi rusaknya aset miliknya. Jika dimenangkan warga, Gubernur Anies diyakini segera membayarnya, karena sesuai motonya, beliaunya ingin membahagiakan warga.
Banjir itu tak pernah diharapkan warga kota, termasuk gubernurnya. Maka jika terjadi juga, itu namanya musibah. Itu sudah kehendak alam. Air sudah diminta untuk masuk ke bumi, sesuai sunatullah.Tapi kok tak semuanya masuk, karena di Jakarta sudah terkenal; sebagai hutan beton, daerah terbuka hijau tinggal 9 persen lebih.
Maka ketika banjir besar melanda Jakarta 1 Januari 2020, kerugian material sekitar Rp960 miliar, sementara korban jiwa 30 orang. Pemprov DKI dinilai kurang mengantisipasi, bantuan untuk pengungsi juga terlambat. Warga pun kemudian menggugat. Dari 670 warga yang mengajukan gugatan, hanya 243 yang memenuhi syarat, sehingga tuntutan ganti rugi hanya Rp42 miliar.
Karena banjiri musibah, kira-kira apa bisa dikabulkan Pengadilan? Bagaimana jika warga dimenangkan? Sesuai dengan motto Gubernur “maju kotanya bahagia warganya”, diyakini Gubernur Anies takkan naik banding. Apa lagi nilai gugatannya kecil, pastilah segera dibayar.
Percayalah, Gubernur Anies takkan mengecewakan warganya. Lihat saja perhatiannya pada warga kota. Ketika banjir surut, beliunya langsung turun tangan ikut kerja bakti di Kelurahan Makasar, Jakarta Timur. Dengan tangan telanjang ikut memungut sampah dan lumpur, sehingga ada waga yang berteriak lantang, “Gubernur rasa presiden.”
Tunggu saja seperti apa putusan PN Jakpus. Duit Pemprov DKI melimpah, wong sisa anggaran 2019 sampai Rp5 triliun lebih. Jika diambil Rp42 miliar untuk membayar ganti rugi korban banjir, takkan membuat Pemprov DKI jadi miskin.
Silakan para korban banjir berdoa sesuai kepercayaan masing-masing. – (gunarso ts)