Perantau Nekat, Bini Paman “Ditelateni” Juga

Selasa 07 Jan 2020, 08:05 WIB

JAUH-jauh dari Aceh merantau ke Medan, Nur, 20,  hanya mengantar nyawa belaka. Dia numpang di rumah paman, Dawud, 44, eh malahan “numpangi” sekalian istrinya, Ida, 38. Paman pun marah, dengan mengajak mertua dan rekan-rekan, Nurhakim dibunuhnya dan mayat dibuang di perkebunan tebu.

Jika urusan selangkangan, orang sering jadi tega pada sesama. Ada yang tega pada kakak ipar, ada pula yang tega pada bini Oom sendiri. Padahal jika ketahuan, kenikmatan sesaat itu harus dibayar mahal. Mending jika hanya tembok penjara, banyak pula yang harus kehilangan nyawa. Padahal orang tanpa nyawa, sama saja brenti jadi orang! Tinggalnya bukan lagi di rumah, tapi noh…….di kuburan!

Nasib serupa dialami oleh pemuda bernama Nur ini. Beberapa bulan sebelumnya dia merantau ke Sumut, untuk mencari kerja. Oleh orangtua dititipkan pada Dawud, paman sendiri yang bekerja di perkebunan Deli Serdang. “Ikut sama saya, makan seadanya ya, tiap hari pakai garam dan ikan asin,” kata Dawud merendah.

Sebetulnya Nur bisa membawa diri, artinya tahu diri bagaimana selayaknya orang numpang hidup. Harus bantu-bantu pemilik rumah, meski itu Oom sendiri. Ada kebun ikut mencangkul, piring kotor siap mencuci, termasuk juga mengepel lantai dan menyapu. Menimba atau ngangsu air tidak perlu lagi, karena Oom-nya juga pasang Sanyo.

Tapi malangnya, kerajinan ponakan itu justru membetot perhatian Ida istri Oomnya. Bukan perhartian tante pada ponakan, tapi perhatian wanita pada lawan jenisnya. Maklum, Dawud yang sibuk kerja kerja kerja……seperti menteri Jokowi, jadi melupakan kebutuhan istri yang hakiki. Jika pinjam istilah sekarang, Ida ini termasuk jablai, tante yang jarang dibelai.

Gara-gara sering kesepian, Ida akhirnya menjelma sebagai perempuan gatel, yang tak tersembuhkan oleh Kalpanax maupun Salep 88. Mulailah dia melirak-lirik ponakan suaminya itu. Karena sekarang kebebasan berekpresi dijamin UU, enteng saja dia memperlihatkan pahanya saat mencuci maupun lembah ngarai di sekitar “gunung” kembar yang bukan Sibayak maupun Sinabung.

Karena Nur juga pemuda normal dan sangat enerjik, dia termakan pancingan itu. Ida yang tahu pancingannya mengena, langsung saja ponakan diajari main enak-enakan bak layaknya suami istri.

Entah berapa kali Nur “menelateni” bini sang paman, sampai suatu saat kepergok. Dia tidak marah pada istri, tapi marah pada ponakan yang tidak tahu diri. Tapi karena Dawud bukan tipe lelaki sumbu pendek, dia tak mau langsung menunjukkan emosinya. Hanya kepada mertua dan sejumlah temannya mereka diperintahkan mengeksekusi anak muda celamitan itu.

Dengan imbalan Rp4 juta, ternyata mereka mau bekerja melenyapkan Nur. Begitu eksekusi berjalan sukses, mayatnya dibuang di perkebunan tebu Hamparan Perak, Deliserdang. Sehari kemudian mayatnya ditemukan dan terlacaklah siapa pelaku dan dalangnya. Dawud bersama mertuanya dan dua rekannya, karena pembunuhan berencana itu  terancam hukuman mati.

Kebanyakan “surga dunia”, Nur meninggalkan dunia lebih cepat. (gunarso ts)

News Update