JAKARTA – Pengamat ketenagakerjaan, Timboel Siregar, menilai kenaikan iuran Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak otomatis menjamin defisit teratasi pada 2020 mengingat defisit 2019 mencapai Rp 31 trilyun.
"Terbawanya defisit 2019 yang Rp 17 trilyun, dan penambahan iuran PBI dan PPU Pemerintah atas Amanat Perpres 75/2019 di 2019 sekitar Rp 14 trilyun, maka di 2020 akan berpotensi terjadi defisit lagi, walaupun tidak besar seperti 2018 dan 2019," ujar Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, dalam Catatan Siang-nya, Selasa (7/1/2020).
Apalagi, katanya, kenaikan iuran bisa berdampak kurang baik untuk pencapaian Universal Health Coverage (UHC, jaminan kesehatan semesta) kepesertaan yang tercatat 95% atau 257,5 juta jiwa.
Sejak 2005, UHC merupakan sistem kesehatan yang memastikan setiap warga dalam populasi memiliki akses yang adil dalam pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif bermutu dengan biaya yang terjangkau.
Namun begitu, diakuinya, kenaikan iuran memang berdampak positif atas pendapatan iuran jaminan kesehatan nasional (JKN) untuk membiayai INA CBGs, kapitasi, dana operasional dan preventif-promotif.
"Kondisi ini sebenarnya sangat lumrah kalau saja defisit 2019 tidak dibawa tahun ini. Sekaligus rumahsakit tidak kesulitan cashflow membiayai pasien BPJS," tutupnya. (rinaldi/tri)