Reynhard Sinaga ditahan polisi pada Juni 2017 setelah seorang pria yang sedang dia perkosa terbangun dan langsung memukulnya.
Saat itu, korban pria itu dalam keadaan tengkurap dan Reynhard menindihnya dalam keadaan tanpa busana.
Korban memukul Reynhard sampai tak sadarkan diri dan pria itu menelepon polisi.
Dari dua telepon genggam Reynhard yang disita, diketahui aksi perkosaan setiap korban, direkam dari jarak jauh dan dari jarak dekat.
"Anda secara khusus mencari sasaran anak-anak muda yang rentan karena tengah mabuk dan tengah sendiri saat malam sudah larut," kata hakim dalam putusan sidang kedua dalam berkas yang dilihat BBC News.
"Hampir semua korban berulang kali diperkosa oleh Anda dalam rentang waktu tertentu."
"Anda terlihat ejakulasi ke anus beberapa korban dan Anda juga tidak menggunakan kondom, sehingga para korban pria ini berisiko menghadapi penyakit seksual yang menular.
"Semua korban ini harus melalui proses penantian yang mengkhawatirkan untuk pemeriksaan penyakit kelamin walaupun untungnya tidak ada yang terkena," tambah hakim lagi.
"Anda memfilmkan diri Anda sendiri menyerang korban-korban dengan sangat rinci dan menyimpan rekaman itu di perangkat elektronik.
"Ironisnya adalah bila tidak ada film-film yang Anda rekam saat melakukan kejahatan setan ini, sebagian besar kejahatan ini tidak akan terungkap atau bahkan tak sampai pada penuntutan," kata hakim, sebagaimana dilaporkan oleh wartawan BBC News Indonesia, Endang Nurdin di Manchester.
Reynhard, dari sidang pertama sampai terakhir selalu menyanggah memberikan obat bius kepada korban dan menyatakan bahwa hubungan seksual sejenis itu dilakukan atas dasar suka sama suka.
Ia menyampaikan pembelaan pada sidang pertama pada akhir Juni 2018 dan pada sidang keempat pada pertengahan Desember 2019.
Dalam pemeriksaan silang oleh jaksa penuntut, Reynhard mengatakan kondisi korban yang tidak sadar dalam video adalah bagian dari "permainan fantasi seksualnya".
Sebagian korban dalam film yang diambil Reynhard sendiri itu terdengar mendengkur saat ia melakukan aksinya.
Namun Reynhard mengatakan kepada jaksa penuntut dalam persidangan bahwa yang ia dengar adalah "suara orang bernafas" atau pun "suara mendesah" dan menolak menyebut suara mendengkur.
"Tidak ada dari korban Anda yang mau melihat film atau mengetahui lebih rinci atas apa yang terjadi terhadap mereka, saat diberitahu polisi ada film itu," kata hakim.
"Semua mengalami trauma mendalam membayangkan apa yang Anda lakukan kepada mereka saat mereka tidak sadar. Sebagian dari mereka memilih untuk tidak memberitahu keluarga atau teman dekat atas apa yang terjadi terhadap mereka," tambah Hakim.
Fatasi Seksual dan Menikmati Pengadilan
Dari sidang tahap pertama (Juni sampai Juli 2018), tahap kedua (7 Mei sampai 21 Juni 2019), tahap ketiga (16 September sampai 4 Oktober 2019), dan sidang keempat (2 Desember-18 Desember 2019), Reynhard selalu menyanggah melakukan perkosaan dan menyebutkan hubungan seksual dilakukan atas dasar suka sama suka.
Selama persidangan, kata hakim, Reynhard mengklaim bahwa para korban itu "memintanya melakukan seks oral atau seks melalui anus dan sepakat untuk ikut serta dalam fantasi seksual, dengan tak bergerak sama sekali dan tidak berbicara, tidak mengeluarkan suara apa pun dan setuju untuk difilmkan".
"Namun dalam pemeriksaan selanjutnya, Anda tidak berkomentar saat ditanyakan terkait kesaksian korban," kata hakim.
"Terlebih lagi, selama sidang ini, Anda tidak menunjukkan penyesalan atas tindakan Anda dan terkadang Anda tampak menikmati proses pengadilan ini," tambah Hakim Goddard, dalam putusan sidang pertama dan kedua.
"Anda jelas tidak memikirkan penderitaan dan dampak kejiwaan mendalam yang Anda sebabkan terhadap para pria muda," kata hakim lagi.
Satu korban yang kasusnya disidangkan dalam persidangan kedua bahkan mencoba bunuh diri karena depresi parah setelah mengetahui bahwa ia diperkosa.
Laporan psikologi dari Dr Sam Warner terkait korban perkosaan menunjukkan terjadinya "tekanan mendalam dan lama akibat kejahatan seksual" yang dilakukan Reynhard.
Reynhard juga mengambil barang-barang milik korban, termasuk telepon genggam, surat izin mengemudi, serta kartu bank dan mengunduh akun Facebook para korban dan disimpan dalam dokumen sebagai "cendera mata".
Baik dalam dokumen putusan pengadilan pertama maupun kedua, Reynhard disebutkan hakim tidak mau bekerja sama dalam penyusunan laporan pravonis.
Dengan penolakan ini, Reynhard disimpulkan petugas "berisiko tinggi menimbulkan bahaya dan sangat berbahaya".
Hakim juga menyebutkan dalam dokumen putusan sidang pertama dan kedua bahwa pengadilan telah menerima surat dari ibu dan adik perempuan Reynhard.
"Saya telah membaca dua referensi dari ibu dan adik perempuan Anda. Mereka tak tahu bahwa Anda adalah pemerkosa berdarah dingin, licik dan penuh perhitungan," kata hakim.
Dalam penelurusan BBC News Indonesia, Reynhard adalah anak tertua dari empat bersaudara pasangan keluarga yang tinggal di Depok, Jawa Barat.
Hakim juga mendapatkan surat referensi dari gereja di Manchester yang kerap dikunjungi Reynhard untuk beribadah, bahkan pada periode pria kelahiran Jambi ini melakukan tindak perkosaan.
"Sulit dipercaya bahwa seseorang yang memiliki keyakinan Kristiani, pada saat yang bersamaan melakukan kejahatan setan," kata hakim.
Vonis sidang pertama dan kedua adalah hukuman seumur hidup dengan minimal mendekam di penjara selama 20 tahun.
Sementara putusan sidang ketiga dan keempat yang dijatuhkan Hakim Goddard pada hari yang sama, 6 Januari 2020, juga seumur hidup untuk Reynhard Sinaga.
Sejak ditahan pada Juni 2017, Reynhard, mendekam di penjara Manchester.(*/tri)