Pindah Ibu Kota, Refly Harun: Jokowi Harus Minta Persetujuan Rakyat

Rabu 16 Okt 2019, 20:16 WIB

JAKARTA  -  Ahli Hukum Tatanegara Refly Harun menyatakan Presiden Jokowi harus minta persetujuan rakyat sebelum melaksanakan pindah ibu kota negara. Selain itu, harus  karena alasan kuat yang tak terbantahkan. Alasan macet, padat penduduk, pemerataan, itu tidak perlu pindah ibu kota. “Kalau alasannya macet, padat  penduduk, pemerataan pembangunan, semua bisa diatasi tanpa perlu pindah ibu  kota,” katanya kepada Pos Kota di Jakarta, Rabu siang (16/10/2019). Refly menyampaikan pandangannya ketika diminta tanggapan atas hasil Tim Kajian Ibu Kota LEAD Indonesia yang dirilis ke media sehari sebelumnya. Tim LEAD yang terdiri dari enam fellows, Laksmi D. Noeh, Teten Avianto, Anjelita Malik, D. A. Purbasari, Hening Parlan, dan Haris Jauhari itu, merekomendasikan agar Pemerintah menyelesaikan dahulu lima perkara sebelum melanjutkan pembangunan calon ibu kota negara yang baru. Antara lain, Pemerintah segera memperjelas tujuan utama pindah ibu kota dan membuka strategi pemanfaatan ruang, ekologi, budaya, serta menjamin keberlanjutannya melalui Konstitusi. “Melalui Konstitusi itu susah dan konsekuensi ke depannya berat. Tapi, harus ada legitimasi,” katanya. Refly Harun menyatakan, pindah ibu kota negara harus melalui berbagai langkah yang melibatkan masyarakat luas, persetujuan wakil2 rakyat, serta  memehuni aspel legalitas lewat kajian akademik maupun komprehensif. “Ada tahapannya. Minta persetujuan rakyat dulu, bisa melalui referendum.  Bila rakyat setuju, baru minta persetujuan wakil-wakil rakyat, yakni DPR  RI. Di sisi lain, penuhi juga legal approval-nya, melalui kajian akademik  dan komprehensif,” tutur Rafly. Menurut Refly, langkah-langkah itu harus dilalui bila Jokowi ingin menerapkan prinsip demokrasi dan partisipatif. “Ini ‘kan Jokowi pragmatis aja. Step pertama pun belum dilalui,” kata Rafly. Refly menjelaskan bahwa  meminta persetujuan rakyat adalah step pertama. “Tapi, sebelum minta persetujuan rakyat, kan jarus dijelakan dulu alasannya apa? Kalau cuma macet, padat, pemerataan, itu kan bisa diatasi. Alasannya  bisa dibantah. Harus ada alasan yang tak terbantahkan. Alasan yang kuat.  Ini nggak ada,” katanya. Lebih jauh, Refly menjelaskan bahwa Jakarta sebagai ibu kota negara itu  memenuhi sangat banyak aspek. “Aspek sosial, budaya, ekonomi, sejarah, dan  sebagainya. Sesuatu yang tak tergantikan bahwa Jakarta adalah ibu kota  Indonesia,” tambahnya. Proklamasi Kemerdekaan RI pun, kata Refly, terjadi di Jakarta. “Ibu kota negara adalah hal yang fundamental. Kalau mau pindah, selain harus ada alasan tak terbantahkan, juga harus legitimate melalui persetujuan masyarakat luas, persetujuan politik, dan persetujuan hukum,” ujarnya. (dms/win)

Berita Terkait
News Update