“Odong-Odong” Luar Negeri

Sabtu 15 Jun 2019, 04:58 WIB

Oleh S Saiful Rahim SELAIN mengucapkan “Assalamu alaykum” yang amat fasih, Dul Karung masih mengucapkan “Minal Aidin wal faizin” dengan lebih fasih lagi, ketika melangkah masuk ke warung kopi Mas Wargo. “Hei Lebaran sudah habis, Dul. Memangnya kayak utangmu gak pernah habis,” sambut orang yang duduk di dekat pintu masuk seraya bergeser memberi tempat Dul Karung duduk. Sementara itu, sebagian besar hadirin warung kopi tertawa. Kecuali Mas Margo yang selalu bersikap santun kepada pelanggannya, dan Dul Karung yang malah serta merta cemberut. “Hlo, kok Mas Gondo masih di sini? Belum pulang, ya? Saya kira seperti orang-orang yang mudik Lebaran itu? Mudiknya paling belakang, tapi baliknya berebut duluan. Bikin Jakarta sesak lagi,” kata Dul Karung mengalihkan perhatian hadirin. “Mulanya memang saya ingin buru-buru pulang kembali ke kampung halaman. Biasanya kalau penduduk Jakarta mulai mudik, kendaraan ke Jakarta sepi penumpang. Begitu pula sebaliknya. Kalau orang-orang yang mudik mulai kembali ke Jakarta, kendaraan yang mudik lowong penumpang,” kata Mas Gondo. “Kalau sudah tahu begitu, kenapa Mas tidak memanfaatkan pulang kampung kemarin-kemarin, di saat kendaraan yang keluar Jakarta sepi penumpang?” tanya orang yang duduk di ujung kanan bangku panjang. “Saya pikir ingin mencicipi dulu bagaimana rasanya naik LRT yang dicoba sepekan setelah Lebaran itu. Dulu saya  pernah membaca berita, akan ada LRT jurusan Kebayoran Lama-Kelapa Gading.  Rute itu saya yakin lewat di depan warung kopi Paklik Wargo di Jl. Jenderal Sudirman, Setia Budi ini. Nah, saya pikir bisa naik LRT dari depan warung kopi ini, dan turun di Kelapa Gading. Kalau sudah sampai di Kelapa Gading, ke terminal bus antarkota di Pulogadung kan sudah dekat,” jawab Mas Gondo. “Kenyataannya?” tanya entah siapa dan duduk di sebelah mana. “LRTnya baru dicoba sejengkal. Dari Velodrome sampai Kelapa Gading saja,” kata Mas Gondo. “Kalau rutenya cuma segitu sih, gak ada bedanya LRT dengan “Odong-odong” dong?” kata orang yang duduk tepat di kiri Dul Karung. “Odong-odong luar negeri, kali!” sambar orang yang ada di ujung kanan bangku panjang dengan nada melecehkan. “Kalau begitu pantaslah bila Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta sebut LRT adalah proyek gagal. Bahkan beliau bilang gagal efisiensi gagal fungsi, dan gagal waktu penyelesaian,” sambung orang yang duduk di depan Mas Wargo. “Padahal kata Corporate Communication Manager PT LRT Jakarta, orang-orang yang mendaftarkan diri sebagai peserta uji publik LRT itu tak kurang dari 5.000 orang, tapi kenyataannya bagai kata pepatah “jauh panggang dari api.” Yang mendaftar 5.000 orang yang nongol paling 5 orang,” komentar orang yang duduk selang tiga di kanan Dul Karung. “Makanya uji publik itu dilakukan tepat tanggal 5 Syawal,” kata Dul Karung sambil mengunyah singkong goreng. “Memang ada apa dengan tanggal 5 Syawal?” tanya orang yang duduk tepat di kanannya. “Dalam bulan Syawal agama memerintahkan penganutnya berpuasa sunah 6 hari. Terutama di awal Syawal. Hadis menyatakan siapa saja yang melakukan puasa Ramadan sebulan penuh, ditambah 6 hari di bulan Syawal, maka dia diberi ganjaran sama dengan puasa setahun penuh,” jawab Dul Karung. “Lalu apa hubungannya semua itu dengan uji publik LRT?” tanya orang itu lagi. “Kalau uji publik LRT itu gagal pada 5 Syawal, kan pada 7 Syawal ada Lebaran lagi yang lazim disebut “Lebaran Ketupat,” itu kan berarti ada peluang minta maaf lagi di hari “Lebaran Ketupat,” kata Dul Karung seraya pergi tanpa membayar apa yang dimakan dan diminumnya. (***)

News Update