Menyetop Impor Pangan Butuh Kerja Keras

Senin, 18 Februari 2019 05:50 WIB

Share
Menyetop Impor Pangan Butuh Kerja Keras
JAKARTA - Masalah impor pangan tidak sesederhana yang dipikirkan masyarakat. Impor tidak melulu dituduhkan sebagai upaya pencarian rente. "Siapapun yang terpilih jadi pemerintah. Harus membuat blue print, terkait supply pangan melalui Kementan,” kata Prima Gandhi, pengamat Pertanian IPB. Ini untuk memenuhi demand pangan dalam negeri beberapa tahun ke depan. Tujuannya agar Indonesia lebih banyak ekspor dibandingkan impor pangan. Untuk itu, ia menegaskan dibutuhkan kerja keras agar Indonesia tidak menjadi negara pengimpor komoditas pangan yang memberatkan dan membuat ketergantungan. "Impor seperti ini yang membahayakan kedaulatan bangsa," katanya. Peneliti ICW Firdaus Ilyas menyebut indikasi impor yang tidak tercatat terlihat pada empat komoditas pangan, yakni daging, jagung, beras, dan kedelai. Total nilai unreported import keempat komoditas tersebut pada periode 2005-2017 mencapai 1,45 miliar dolar AS atau setara dengan Rp20,3 triliun. "Nilai unreported import ini berimplikasi terhadap ketahanan pangan nasional," ucapnya. Angka ini didapat dari data impor BPS hingga Kemendag sejak 2005 hingga 2017. ICW menelusuri angka ekspor dari negara pengimpor pangan dengan menyamakan kode HS (harmonized system) masing-masing komoditas. Dari penelusuran terserbut, ICW melihat total impor beras Indonesia mencapai 11,5 juta ton sepanjang 2005-2017. Namun dari data negara pengekspor total beras yang dikirim ke Indonesia mencapai 13 juta ton. Impor kedelai yang tercatat di dalam negeri sepanjang 12 tahun hanya 22,6 juta ton. Padahal pencatatan di negara asal menunjukkan ekspor kedelai ke RI mencapai 23,3 juta ton. Sedangkan impor jagung 2005-2012 yang dicatat pemerintah hanya 21 juta. Tapi angka ekspor dari negara lain menyebut ekspor akumulatif jagung ke Indonesia 21,5 juta ton. Demikian impor daging dengan kode HS 0210 yang tercatat di dalam negeri mencapai 1,2 juta ton. Padahal kode HS impor daging dari negara penjual sepanjang 2005-2016 menyentuh angka 1,42 juta ton. TIDAK TERLAPOR Apabila dikalikan rata-rata harga komoditas dan nilai tukar saat itu, ICW menemukan nilai impor pangan yang tidak terlapor mencapai 1,45 miliar dolar AS. Sedangkan total selisih volume yang tidak terlapor mencapai 2,74 juta ton. "Ada masalah mendasar dalam pangan," kata Firdaus. Apabila indikasi ini benar adanya, ia mengungkap akan berdampak terhadap ketahanan pangan dan nasib petani selaku produsen. Selain itu, adanya selisih harga dari impor yang tidak tercatat bisa menjadi alasan mengapa banyak pihak yang membidik impor pangan sebagai sarana mencari untung. (rizal/bi)
Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -
Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar