ADVERTISEMENT

Kisah Bang Zali dan Lukisan Uje

Kamis, 11 Oktober 2018 02:14 WIB

Share
Kisah Bang Zali dan Lukisan Uje

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

KAPAN terakhir Anda ke Pasar Baru dan membuat tulisan indah untuk kartu Idul Fiti, Natal, Ultah atau nama di sertifikat? Tentulah sudah lama sekali. Satu dua orang penulisnya masih ada di sana, tapi pengunjung sudah menyepi. Komputersasi dan teknologi ‘printing’ telah menggusurnya, bersamaan dengan tradisi mengirim kartu ucapan selamat, lewat pos pada sahabat dan kolega di luar kota, yang populer dilakukan di tahun 1980-an90-an – yang juga menghilang. Sudah diganti engan kartu elektronik, meme, di Facebok atau WhatsApp (WA). Kini yang sedang marak adalah seni karikatur. Di jajaran kios di depan Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) Pasaar Baru kini bayak terpampang wajah-wajah dalam karikatur dan lukisan potret, selain pemandangan, bunga serta lukisan lainnya. “Semua sudah diganti sama komputer, “ kata Bang Zali, 56, salahsatu pelukis yang mangkal di sana, kepada Pos Kota yang menyambanginya, siang itu. “Dulu saya sempat ikut panen, malah diundang ke stadiun teve dan kantor-kantor yang lagi bikin acara. Saya yang nulis nama peserta sertifikatnya “ katanya, mengenang. “Bisa nulis sampai 200 nama di sertifikat sekali duduk.” Kiosnya di Pasar Baru kini tengah dibongkar untuk penataan. Bang Zali dan 28 siniman pelukis dan karikaturis lainnya yang tergabung dalam paguyuban seniman lukis di Pasar Baru pun, untuk sementara bergeser. “Mau dibikinin kios yang lebih bagus dan lebih nyaman sama Dinas UKM DKI Jakarta, “ katanya. “Sampai 50 hari ke depan.” Paguyuban seniman itu dipimpin oleh Mas Wito, 52, sejak 1997 dan Bang Zali menjadi wakilnya. Mas Wit, panggilan Wito berurusan dengan pihak luar, Pemprov DKI Jakarta dan lainnya, sedangkan Zali mengelola organisasi ke dalam. “Kami semua rukun di sini, karena sudah pada dewasa, malah sudah tua. Ya, gesek gesek dikit antar teman ada juga. Wajar lah, “ papar pria asal Pekalonga ini. Azali, nama lengap Bang Zali, dibesarkan oleh pekerja batik, ayahnya pembatik Pekalongan. Darah seni menurun padanya, dengan kemampuan membuat tulisan indah dan lukisan realisme. Dia merantau ke ibukota sejak kecil. Ayah lima anak ini menafkahi keluarganya dari menggamabar. Seorang anaknya menurun bakat suka melukis juga, “Yang perempuan, dan sudah gadis, “ katanya. DIBATASI Jumlah pelukis dan karikaturis di Pasar Baru dibatasi 30-an seniman saja, sesuai pendataan awal dari Pemprov DKI Jakarta. Mereka dibina oloh Dinas UKM dan Dinas Kebudayaan. Masing-masing memegang kartu Bank DKI untuk iuran pembayaran pembinaan Rp100 ribu/bulan. Listrik kios bayar sendiri, antara Rp20-30 ribu/ bulan, sesuai pemakaian. “Pakai token, “ ucapnya. Kios seniman lukis dan karikatur Pasar Baru buka mulai pk 09:00 hingga 21:00 malam hari. Sebagai seniman bekerja sesuai dengan mood. “Tapi kalau ada pesanan dan sudah janji, ya, mau nggak mau dikerjain “ kata Bang Zali, terkekeh. Selepas kejayaan era tulisan indah, rezeki Bang Zali kini datang dari melukis karikatur. “Sekarang musimnya kasih hadiah ulang tahun atau naik pangkat pakai karikatur. Misalnya, buat bos yang hobbynya main golf, dikasih karikatur orangnya lagi main golf, “ katanya mencontohkan. Dia mematok tarif Rp700 ribu untuk satu wajah pada lukisan berukuran 30 x 40 cm. Pengalaman mengesankan sebagai pelukis Pasar Baru terjadi ketika dia membuat lukisan Uje, ustadz Jefry Al Buchori. Dia melukis fotonya karena merasa kehilangan sosok itu beberapa sesaat setelah diberitakan meningal. Tak lama kemudian lukisan yang dipajang di kiosnya ditawar orang. “Saya tiga kali bikin, tiga tiganya diambil orang, “ kenangnya . Dia pun membuat satu lagi untuk dipajang hinga kini. Kalau ada yang mau dia pun akan melepaskan. “Waktu itu, sih, spontan saja. Ramai pemberitaanya, saya menyalurkan dengan melukis, “ katanya, sambil duduk di samping lukisan Uje itu dan berpose untuk Pos Kota. - dimas.

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT