ADVERTISEMENT

Sekber Perlindungan Anak Pertemukan 3 Bocah Korban Bencana dengan Keluarga

Minggu, 7 Oktober 2018 20:42 WIB

Share
Sekber Perlindungan Anak Pertemukan 3 Bocah Korban Bencana dengan Keluarga

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Sekretariat Bersama (Sekber) Perlindungan Anak, Kementerian Sosial di Palu, Sulawesi Tengah, berhasil mempertemukan satu anak yang sebelumnya terpisah karena gempa dan tsunami dengan keluarganya. Dengan demikian sudah tiga anak yang berhasil dipertemukan dengan keluarganya. “Dari tiga anak itu, yang terbaru sudah kami reunifikasi (pertemukan) dengan keluarga terdekatnya, pada Sabtu (06/10/2018). Tentu saja sebelumnya dipertemukan, kami menempuh sejumlah posedur, " kata koordinator Sekber Perlindungan Anak Febriadi, di Palu, dalam keterangan tertulisnya, Minggu (7/10/2018) Menurut Fedi, panggilan Febriadi, anak yang tidak disebutkan namanya ini semula berada di rumah sakit, setelah selamat dari bencana. Sekber yang menerima laporan, lalu mencari dan menemukannya, untuk kemudian dipertenukan dengan keluarganya. Hingga Minggu ini, Sekber Perlindungan Anak sudah menerima data anak hilang/terpisah sebanyak lebih 50 anak, baik dari registrasi langsung di sekber, maupun hasil aduan melalui jejaring sosial media (Facebook, WhatsApp), juga selebaran. Tim dari Sekber Perlindungan Anak benar-benar mencermati semua tahapan sebelum si anak berada dalam pengasuhan pihak lain. “Bahasa tubuh baik si anak maupun pengasuh yang baru, kami cermati. Bila ada indikasi mencurigakan atau anak menolak dengan reaksi tertentu, kami akan batalkan,” kata Fedi. Anak ini sudah dibawa keluarganya ke Manado, Sulawesi Utara. “Di Manado, anak ini juga dimonitor oleh Kementerian Sosial melalui jejaring pekerja sosial di sana, dengan bekoordinasi dengan dinas sosial setempat,” kata Fedi. Cegah Adopsi Ilegal Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Nahar menyatakan, prosedur ketat perlu ditempuh untuk memastikan anak tidak berada dalam penguasaan pihak yang tidak bertanggung jawab. Terlebih dalam situasi bencana, dimana perhatian dan kesibukan masyarakat terkuras untuk mengatasi kesulitan yang mereka hadapi. Anak korban bencana tidak memdapat pengawasan semestinya, atau malah tidak ada yang menjaga sementara belum bertemu dengan orangtuanya, atau orangtuanya wafat menjadi korban bencana. “Kami harus memastikan pihak yang mengasuh adalah orang yang bertanggung jawab dan benar-benar ingin memberikan perlindungan kepada anak,” katanya. Ini untuk menghindari anak dari berbagai bentuk kejahatan, sepertii penculikan, perdagangan orang, pencurian organ tubuh, atau adopsi yang tidak sesuai prosedur (adopsi ilegal).(tri/yp)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT