ADVERTISEMENT

Status Subsidi BBM Premium Tak Ada, DPR Pertanyakan ke Menteri ESDM

Kamis, 6 September 2018 16:57 WIB

Share
Status Subsidi BBM Premium Tak Ada, DPR Pertanyakan ke Menteri ESDM

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR  Tjatur Sapto Edy meminta penjelasan terkait masalah premium kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan. Sebelumnya dalam paparan yang disampaikan oleh Menteri ESDM, disebutkan bahwa BBM bersubsidi yang dimaksud adalah minyak tanah dan solar, tetapi di lapangan kenyataannya ada juga BBM jenis Premium. “Saya minta dijelaskan, status Premium itu seperti apa. Saya tidak setuju kalau kita berpura-pura (seolah) ‘Premium ini barang apa’. Premium tidak dianggarkan (dalam RAPBN), tetapi ada di lapangan. Kalau memang tidak ada, berarti tidak dianggarkan,” tandas Tjatur, saat Rapat Kerja dengan Menteri ESDM di Gedung Nusantara I DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (06/9/2018). Menurutnya, kalau ingin lebih bagus lagi, yang disubsidi adalah jenis Pertalite. Karena kualitas Pertalite lebih bagus dan lebih akrab. “Kebijakan yang akan kita ambil itu apa. Saya berharap APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kita itu kredibel dan jujur. Kalau memang (premium) akan dihilangkan, maka hilangkan, jadi yang kita subsidi Pertalite. Kalau persoalan ini kita serahkan ke Pertamina, maka akan lucu, sebab jual Premium itu adalah jual rugi,” ujarnya. Tjatur menegaskan, dalam peraturan perundang-undangan disebutkan bahwa sebuah BUMN tidak boleh rugi, dan menyuruh BUMN rugi sama dengan melanggar undang-undang. Tjatur juga meminta penjelasan mengenai subsidi minyak tanah. “Berapa subsidi minyak tanah. Di daerah-daerah yang belum mengkonversi minyak tanah ke gas, masyarakat masih menggunakan minyak tanah,” ucap politisi Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) itu. Terkait pernyataan Pemerintah yang tidak akan menaikkan harga BBM dalam waktu dekat, Tjatur mengatakan bahwa rakyat harus tahu. Konsekuensi dari tidak dinaikkannya harga BBM itu, subsidinya naik dari Rp7,8 triliun menjadi Rp29 triliun. “Walaupun kebijakan itu untuk menjaga daya beli,” jelasnya. Tjatur juga meminta agar ada monitoring dari Kementerian ESDM terhadap keberadaan solar di daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar (3T). Dikatakannya, saat ini untuk mendapatkan solar di daerah 3T sangatlah sulit. “Di daerah-daerah terluar itu ternyata tidak mudah untuk mendapatkan solar. Solar dalam seminggu hanya ada 2-3 hari saja. Kalaupun ada, untuk menjaga keberadaannya lebih sulit daripada menjaga harganya,” tuturnya. Selain itu, politisi dapil Jawa Tengah itu menilai bahwa pertumbuhan subsidi listrik yang dilakukan pemerintah dianggap kurang masuk akal. PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) harus meningkatkan kinerjanya untuk mengurangi susut, sebab dahulu PLN pernah (susut) sampai 8 persen. Terhadap rencana Pemerintah yang akan memoratorium sektor elektrifikasi sebesar 15 ribu MW, Tjatur menyatakan tidak setuju apabila yang dimoratorium adalah yang berkaitan dengan bidang Energi Baru Terbarukan (EBT). “Yang EBT harus tetap dijaga, karena meningkatkan rasio elektrifikasi. Saya berharap ada kebijakan di situ,” pungkasnya. (win)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT