Aska Sukses Ciptakan Keripik Pisang Rasa Unik

Jumat 31 Agu 2018, 00:55 WIB

KERIPIK pisang merupakan salah satu primadona oleh-oleh khas Lampung yang dikenal dengan sebutan Tano Lado. Keripik pisang dari daerah ini memiliki kelebihan antara lain memiliki beragam rasa dan bentuk yang unik. Di daerah Lampung memang banyak orang yang menjalankan bisnis pembuatan keripik pisang. Salah satu diantaranya adalah Askasifi Eka Cesario, pemilik toko oleh-oleh Askha Jaya. Pria yang baru melepas masa lajangnya ini mengawali usahanya dengan pembuatan kelanting. Banyak pembeli yang memberi masukan agar usahanya dikembangkan dengan membuat keripik pisang. Berkat mengikuti saran pelanggannya inilah Aska mulai membuat keripik pisang dan pemasaran dikembangnya melalui media sosial dengan penjualan sistem online dengan penjualan dalam sebulan mencapai Rp 200 juta dari lima cabang. “Sejak tahun 2009 saya memulai usaha ini sampai sekarang sudah ada sepuluh rasa, cokelat, keju, stroberi, melon, moka, sapi panggang, balado, jagung bakar, asin, manis. Saat ini saya juga menjual cemilan yang lain seperti kerupuk kemplang, dan pie pisang yang juga laris manis,” tuturnya, kemarin. Rasa cokelat dan rasa keju merupakan rasa paling dicari konsumen keripik pisang Askha Jaya. Aska menceritakan keripik pisang menjadi terkenal di tahun 2006, dia melihat peluang bisnis ini sangat menggiurkan. Pemerintah setempat pun membuatkan gapura di depan Jalan Pagar Alam di tahun tersebut. Lokasi ini mudah sekali ditemukan tepat di pinggir jalan seberang Mall Bumi Kedaton. Pengunjung akan memasuki kawasan pembuat keripik pisang. Di sepanjang jalan, baik di kanan dan kiri jalan, tampak pedagang keripik pisang diantaranya toko keripik pisang Askha Jaya yang punya lima cabang penjualan keripik. BERBEDA Berbeda dengan keripik pisang buatan produsen lainnya yang mengolah langsung di lokasi penjualan, keripik pisang buatan Askha Jaya dibuat di Kalianda Lampung Selatan lalu dibawa ke Bandarlampung untuk dipasarkan. Adapun pembuatan keripik pisang ini bermula pisang setelah dikupas kemudian direndam sebentar untuk mengurangi getahnya. Setelah itu baru diserut di atas tampah. Potongan pisang kemudian digoreng di atas wajan besar. Alat masaknya masih tradisional, yaitu tidak menggunakan gas melainkan menggunakan kompor dari kayu bakar. Kompor besar itu pun dilengkapi cerobong asap. Biayanya lebih murah kalau pakai kayu bakar. “Yang biasa saya pakai adalah kayu bakar dari pohon kopi. Rasa yang dihasilkan juga beda, aromanya lebih enak kalau digoreng pakai kayu bakar,” paparnya. Setelah selesai digoreng, pisang kemudian diberikan perasa dalam bentuk bubuk harga yang ditawarkan murah namun rasa tetap enak. (Koesma/fs)


Berita Terkait


News Update