KOREA UTARA – Mencairnya hubungan Korea Utara dengan Amerika Serikat yang ditandai dengan Pertemuan Kim Jong-un dan Presiden AS Donal Trump , dampaknya mulai terlihat di Korea Utara.. Spanduk dan poster yang dipajang di ibukota dan kota-kota lain yang selama ini menampilkan sosok AS sebagai penjajah yang brutal dan Korsel atau Jepang sebagai antek Washington, sudah berganti dengan propaganda yang isinya mendorong kemajuan ekonomi dan upaya mendekatkan Korsel-Korut. Beberapa surat kabar terkemuka yang selama ini dikontrol ketat oleh negara juga memperlihatkan adanya pergeseran pada materi pemberitaannya. AS bukan lagi musuh? Sebagian besar warga Korea Utara memiliki akses sangat sedikit terhadap informasi, sehingga propaganda negara memiliki dampak yang jauh lebih besar jika dibandingkan negara-negara lain di dunia. Dengan menempatkan AS sebagai musuh, propaganda yang sering muncul menggambarkan bahwa negara itu siap mengirim rudal nuklir dan bala tentaranya untuk menyerang AS. Poster-poster itu diciptakan untuk melahirkan patriotisme, membangun rasa percaya diri dan menekankan bahwa perjuangan ditujukan demi kejayaan bangsa. "Poster-poster penuh kemarahan biasanya mengemuka ketika terjadi persoalan pelik di tingkat internasional," kata Andray Abrahamian dari Griffith University seperti dilansir BBC "Tapi biasanya materi poster-poster seperti itu akan perlahan-lahan hilang saat ketegangan mereda." Jadi, ketika suasana di tingkat internasional mengarah kepada hubungan yang positif, maka penekanan pada materi propaganda otomatis akan mengikuti trend seperti itu. Setelah sempat dibayangi-bayangi ancaman perang, Korea Utara menggelar pertemuan bersejarah dengan Korea Selatan dan AS. Mereka kemudian berjanji - meskipun dalam istilah yang samar - untuk menghapus program senjata nuklirnya dan sepakat merajut perdamaian.
Kesaksian pemandu turis
Seorang pemandu turis di Korut, yang menemani sebuah kelompok wisata yang mengunjungi negara itu, mengatakan bahwa dalam beberapa bulan terakhir, materi propaganda telah diubah. Sebagai ganti terhadap materi yang memojokkan AS, saat ini mereka memilih menitikberatkan kepada pesan-pesan yang lebih positif, misalnya dengan memuji Deklarasi Panmunjom yang ditandatangani dalam KTT antar Korea. "Semua poster anti-Amerika yang biasanya saya lihat di sekitar alun-alun Kim Il-sung dan di toko-toko, kini diganti semuanya," kata Rowan Beard, manajer Young Pioneer Tours, kepada kantor berita Reuters. "Selama lima tahun bekerja di Korea Utara, saya belum pernah melihat poster-poster itu dicabut." Tentu saja, poster-poster baru sama banyaknya dengan propaganda lama, tetapi isinya lebih menyoroti tema yang berbeda: reunifikasi Korea, kemajuan ekonomi dan kemajuan ilmu pengetahuan. Perubahan seperti ini mengikuti logika: Apabila perundingan dengan Korsel dan AS dianggap sebagai awal kemungkinan kerjasama di masa depan, maka dua eks musuh bebuyutan itu harus ditampilkan dengan cara yang lebih netral. Kalau tidak, mengapa Kim Jong-un dapat duduk bersama dan berunding dengan para pemimpin negara-negara itu? Begitulah logikanya. "Pyongyang membutuhkan suasana damai dan poster semacam itu akan membantu menciptakannya," kata Fyodor Tertitskiy dari NK News. Bahkan pernak-pernik anti-Amerika yang dulunya dijual kepada turis sebagai suvenir mulai sulit ditemukan di pasaran. Misalnya, Anda tidak akan dapat lagi menemukan kartu pos, poster atau perangko yang menggambarkan rudal Korea Utara yang diterbangkan untuk menerjang Washington. "Sekarang, semuanya telah dihilangkan," kata Simon Cockerell, manajer di Koryo Tours, kepada Reuters.