Mengapa di Iran Muncul Gerakan Antikekerasan Perempuan #MeToo?

Sabtu 02 Jun 2018, 19:02 WIB

IRAN- Isu pelecehan seksual yang dianggap tabu di Iran muncul kembali setelah adanya tuduhan serangkaian kegiatan tidak senonoh yang melibatkan lebih dari selusin siswa sekolah menengah di Teheran. Tersangka seorang pria dewasa diduga mencekoki siswa lelaki itu dengan alkohol, lalu menunjukkan mereka menonton video porno dan memaksa mereka melakukan adegan seks. Terungkapnya kasus ini dan insiden serupa sebelumnya, melahirkan gelombang aksi warga negara itu di media sosial dengan menggunakan tagar #MeToo. Mereka berbagi cerita pengalaman serupa dan sebagian lainnya membuat semacam pengakuan. Dan perbedaannya saat ini adalah, dan langkah yang tidak lazim, pemimpin tertinggi Iran Syatollah Khamenei, secara pribadi meminta agar pelakunya dihukum. Sebagian warga Iran meyakini gelombang protes melalui media sosial ini diawali kasus-kasus kekerasan seksual sebelumnya yang menimbulkan kemarahan publik. Tahun lalu, seorang guru baca Alquran yang memiliki hubungan dekat dengan pemimpin tertinggi negara itu dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap beberapa anak siswanya - tuduhan ini dibantah oleh sang guru. Pada awal tahun ini, guru tersebut dipecat dan kasusnya dipetieskan. Namun demikian putusan ini menimbulkan kemarahan di sejumlah kalangan, dan seorang anggota parlemen Iran menuduhnya sebagai intervensi otoritas tertinggi negara itu. #MosqueMeToo Bagaimanapun, ini bukanlah pertama kalinya orang Iran menggunakan tagar #MeToo. Seperti diketahui, tagar ini diadopsi oleh pengguna media sosial Iran ketika terungkap berbagai kasus dugaan kekerasan seksual dengan terduga Harvey Weinstein, produser film Hollywood. Setelah kasus Weinstein melahirkan gelombang kemarahan, muncul pula versi lain dari tagar itu yaitu #MosqueMeToo. Tagar ini digunakan untuk meningkatkan kesadaran tentang pelecehan seksual di tempat-tempat suci atau lokasi ziarah Islam, seperti saat Haji tahunan. Maka, kaum perempuan Muslim pun bersaksi dan menyerukan penghentian kekerasan seksual, serta menghukum pelakunya, dengan tagar #MosqueMeToo. Seorang pengguna media sosial berjenis kelamin pria telah menulis di akun tweeternya: "Saya masih di sekolah menengah ketika kepala sekolah membawa saya ke rumahnya dan menyiksa saya, saya takut menceritakannya kepada ayah saya... Kini saya menyadari betapa sakitnya apa yang saya rasakan." Seorang pria pemilik akun tweeter Sotvan_d mengaku menyesal melecehkan seorang perempuan ketika dia masih remaja dan meminta maaf atas apa yang dia lakukan. Lainnya, Eli, di akun Twitternya, mengatakan bahwa dia sering disiksa antara usia tujuh dan 16 tahun oleh seseorang yang dekat dengan orangtuanya, tetapi ia tidak pernah memiliki keberanian untuk memberi tahu siapa pun - karena dia meyakini itu adalah kesalahannya sendiri. Dan saat ini, dia secara teratur berbicara kepada anaknya dan menasehatinya bahwa jika hal seperti itu terjadi pada dirinya, bukan salahnya baginya untuk mengungkapkannya pada orang tuanya. Polemik soal pendidikan seks Kasus-kasus pelecehan seksual telah memicu perdebatan di antara warga Iran, dan tidak sedikit di antaranya yang menyalahkan konservatisme sosial dan kegagalan negara untuk meningkatkan kesadaran tentang perilaku seksual yang sehat. Pendidikan seks di Iran bukan bagian dari kurikulum sekolah dan hanya menjadi program pilihan di tingkat perguruan tinggi baru-baru ini setelah diketahui banyak anak muda menjadi aktif secara seksual di negara itu, meskipun ada sanksi ketat bagi pelaku kegiatan seks di luar nikah. Setahun lalu, Ayatollah Khamenei memerintahkan pejabat kementerian pendidikan agar menolak pedoman PBB yang mendesak negara-negara untuk memasukkan kurikulum pendidikan seksualitas dalam kurikulum sekolah dengan menyesuaikannya dengan budaya setempat. Ayatollah Khamenei mengatakan pedoman itu adalah upaya untuk "membaratkan" Iran, serta mendorong tindakan tidak senonoh yang dapat mengancam nilai-nilai Islam. Namun demikian, dalam beberapa hari terakhir, sebagian besar orang warga Iran - melalui media sosial - mengkritik keputusan itu, yang justru diklaimn menyebabkan lebih banyak kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak.(BBC)

Berita Terkait
News Update