ADVERTISEMENT

Saat Sarmin yang Asli Baduy Luar Mulai Tergantung pada HP Pintar

Rabu, 21 Februari 2018 19:35 WIB

Share
Saat Sarmin yang Asli Baduy Luar Mulai Tergantung pada HP Pintar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

TANGERANG - Masyarakat etnik di Indonesia sungguh beragam. Setiap suku memiliki adat istiadatnya beserta keunikannya masing-masing. Lalu, yang menjadi pertanyaan, apakah bentuk tradisional masyarakat adat tak akan berubah di tengah zaman yang serba digital seperti sekarang ini ? Poskotanews mencoba mengupas hal ini dengan mengobrol dengan seorang warga etnik yang terdekat dengan Jakarta, yaitu suku Baduy Luar yang berasal di Desa Kenekes, Lebak, Banten. Sarmin, warga Baduy Luar 27 tahun itu, ditemui berdagang di kawasan Poris Pelawad, Cipondoh, Tangerang. Santai, ia menceritakan kebutuhannya akan HP pintar untuk bisa berjualan di ibukota ini. sarmin Penampilan Sarmin khas Baduy Luar dengan pakaian serba hitam, tas rajut akar pohon dan bertelanjang kaki. Sehari-hari, ia mencari nafkah dengan menjajakan madu dan hasil kerajinan dari Baduy semisal gelang dari akar. Ia hampir selalu berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain untuk menjajakan barang dagangannya. Mulai dari Poris Pelawad, Stasiun Kalibata, Bintaro, Bekasi hingga Bogor. Bahkan ia mengaku pernah berjualan di depan gedung DPR/MPR Senayan. Saat ke Jakarta, ia selalu membawa 20 botol madu dari kampungnya, Desa Kenekes. Sebotol madu yang isi sekitar 1 liter dijual dengan harga Rp150 ribu. Namun tak cuma itu. Selama di ibukota, ia bermalam di berbagai tempat. Tidur sekenanya dilakukan di depan kios, rumah ibadah bahkan, bila ada yang baik hati, bisa di rumah warga. Berbeda dengan penampilannya yang tradisional, Sarmin juga mengantongi HP pintar. Bukan untuk gagah-gagahan. Ia menggunakan HP pintar itu digunakannya untuk mempromosikan dagangannya melalui akun yang dibuatnya di Instagram. Juga, melakui pesan dari aplikasi WhatsApp. Selain untuk promosi ia juga memanfaatkan HP pintarnya untuk membangun jaringan usaha. "Kalau di Jakarta, susah nggak pakai HP. Soalnya kalau di Jakarta orang pada megang Smartphone. Ya akhirnya kita yang sering ke Jakarta jadi ngikutin deh kayak anak zaman now," katanya. Menurut Sarmin, di desanya sudah banyak yang memiliki HP pintar. "Di Baduy Luar mah sudah banyak orang yang punya Smartphone, kalau Baduy Dalam tuh baru ketat aturannya . Barang elektronik apapun nggak boleh,” tambahnya Menanggapi hal ini peneliti dari Balai Pelestari Nilai Budaya (BPNB) Kemendikbud Indra Febiona, mengatakan bahwa, tak semua teknologi berpengaruh signifikan terhadap masyarakat etnik. Penggunaan HP pintar hanya untuk mempermudah aktivitas sehari-hari, dan hal itu tak merubah tatanan budaya spritual, karena mereka tetep berpegang pada ajaran para leluhur. "Teknologi memang berpengaruh tapi tak signifikan. HP pintar itu hanya medium saja, sebagai alat bantu aktivitas sehari-hari, dan hal ini tak mempengaruhi urusan spritual jareba mereka tetap berpegang teguh pada pikukuh Karuhun" ungkapnya kepada Poskotanews.com. (cw4/yp)

ADVERTISEMENT

Reporter: Admin Super
Editor: Admin Super
Sumber: -

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

Komentar
limit 500 karakter
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
0 Komentar

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT